PADANG,- Puluhan nelayan Danau Singkarak Sumatera Barat mengadukan nasib mereka ke DPRD Sumatera Barat karena terbitkannya Peraturan Gubernur nomor 81 2017 yang melarang penggunaan bagan karena diduga menjadi penyebab hilangnya ikan bilih (mystacoleus padangensis) di danau tersebut.
“Sudah enam bulan kami tidak memiliki pemasukan dari usaha kami melalui bagan, dan datang peraturan ini. Apa yang harus kami lakukan untuk dapat bertahan hidup,” kata Ketua Asosiasi Nelayan Danau Singkarak Hendri Yandri saat bertemu anggota DPRD Sumbar, Selasa (14/11)
Dia mengatakan, sejak enam bulan terakhir kondisi perekonomian warga sangat sulit karena tidak ada lagi ikan bilih yang ditangkap. Warga akan mengikuti aturan dari pemerintah jika aturan itu meminta masyarakat menukar alat tangkap mereka, namun untuk menghilangkan bagan yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat pihaknya meminta pemerintah lebih arif lagi dalam menyikapi hal tersebut.
Ia mengatakan asosiasi ini dibentuk sejak dua tahun yang lalu, tujuannya untuk mengontrol jumlah bagan yang ada di Danau Singkarak karena tidak ramah lingkungan. Pihaknya telah berupaya mengganti dengan waring sesuai aturan undang-undang.
“Namun harganya mahal dan tidak terjangkau dengan kami. Selain itu pemasukan kami juga hilang karena ikan bilih tidak ada lagi di sana,” katanya
Warga lainnya Daswir (65) mengatakan dirinya sejak lahir hidup di pinggiran Danau Singkarak kalau yang dipermasalahkan Ikan Bilih yang hilang mereka musim tersendiri. Jangan langsung diambil kesimpulan karena bagan ikan khas danau tersebut menghilang.
Menurutnya, ikan bilih akan sangat sulit ditemukan sekitar bulan Januari hingga bulan April, ini sudah sering terjadi. Kalau memang alat tangkap yang terlalu kecil, warga akan mengganti dengan alat tangkap yang diperbolehkan pemerintah.
“Ini aturan yang aneh, kenapa bagan dilarang sementara keramba yang menggunakan drum, besi diperbolehkan,” katanya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar Yosmeri mengatakan hilangnya ikan bilih di Danau Singkarak akibat akumulasi dari berbagai persolan mulai dari alat tangkap yang begitu rapat sehingga ikan kecil pun ditangkap, hingga banyaknya bagan di sana.
“Kita berupaya menjaga kelestarian danau dan ekosistemnya dengan Pergub tersebut karena banyak persoalan yang muncul. Mulai dari kerusakan ekosistem maupun keindahan sekitar danau yang berpotensi sebagai destinasi wisata,” ujarnya
Ketua DPRD Sumatera Barat Hendra Irwan Rahim mengatakan seluruh pihak baik masyarakat dan pemerintah sepakat peduli dengan keberadaan ikan bilih dan berupaya menjadikan danau ini menjadi indah serta membuat ikan bilih kembali berkembang.
“Aturan ini tentu harus dijalankan dan kehidupan masyarakat juga harus diperhatikan pemerintah terkait mata pencaharian mereka. Kita memberikaa waktu tujuh bulan kepada masyarakat untuk mempersiapkan diri agar bagan dapat dihilangkan dan mencari solusi bersama terkait mata pencaharian masyarakat,” katanya. (Publikasi 03)