PADANG - Ratusan aktifis perempuan Sumatera Barat mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat, Rabu (10/10). Mereka menyampaikan aspirasi mendesak agar Rancangan Undang - Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkan.
Direktur Nurani Perempuan Sumatera Barat, Yefri Heriani mengungkap, Sumatera Barat saat ini darurat kekerasan seksual karena berada di urutan ketiga setelah Jakarta dan NTB. Data kekerasan yang dilaporkan ke Nurani Perempuan cenderung meningkat setiap tahun.
"Pada tahun 2013 misalnya, kekerasan seksual hanya 39 kasus namun pada tahun 2017 naik menjadi 72 kasus. Begitu juga kekerasan dalam rumah tangga dari 39 kasus naik menjadi 42 kasus," katanya.
Dia menuturkan, kondisi itu tentunya perlu dicemaskan sehingga pemerintah harus hadir memberikan perlindungan. Dengan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, aktifis perempuan ini menilai bisa menjawab kecemasan tersebut untuk menekan angka kekerasan seksual di lingkungan masyarakat.
Kedatangan para aktifis perempuan ini diterima oleh anggota Komisi I DPRD Provinsi Sumatera Barat H. M. Nurnas dan Ketua Komisi V H. Hidayat. Komisi I membidangi antara lain hukum dan pemerintahan sedangkan Komisi V membidangi antara lain urusan sosial kesejahteraan masyarakat.
H. M. Nurnas dan Hidayat menyambut positif aspirasi yang disampaikan aktifis perempuan dalam memperjuangkan penghapusan kekerasan seksual pada kaum perempuan. Aspirasi tersebut akan diperjuangkan secara bersama-sama kepada pemerintah pusat agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera menjadi Undang - Undang dalam rangka memberikan perlindungan lebih kuat lagi kepada perempuan di Indonesia.
"Kami menyambut dengan baik aspirasi ini dan memang sangat perlu menyuarakannya kepada pemerintah pusat dalam rangka memberikan perlindungan lebih kuat lagi kepada kaum perempuan," kata Nurnas.
DPRD secara kelembagaan menerima aspirasi tersebut dan akan segera ditindaklanjuti. Namun karena kewenangan pembuatan Undang - Undang ada di tangan pemerintah pusat, maka aspirasi yang disampaikan itu akan dibawa ke pusat.
"DPRD akan selalu menampung aspirasi masyarakat dan akan memperjuangkan sesuai kewenangan. Terkait RUU, tentunya kewenangan ada di tangan pemerintah pusat sehingga akan kami sampaikan ke pusat sebagai suara masyarakat di daerah," lanjut Nurnas.
Dia juga mengaitkan, seiring RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang masih terus didalami di DPR RI, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat juga tengah menggodok Ranperda Ketahanan Keluarga. Dia berharap, Perda tersebut nantinya akan menjadi salah satu instrumen hukum daerah dalam rangka melindungi hak-hak perempuan.
Sementara, Ketua Komisi V DPRD Sumatera Barat Hidayat menegaskan, selain meneruskan aspirasi itu ke DPR RI dan pemerintah pusat juga akan mendesak pemerintah provinsi untuk merespon persoalan itu secara lebih serius. Bahkan, dia menyebutkan akan memanggil gubernur untuk membicarakan tingginya angka kekerasan terhadap perempuan untuk mencari solusi penangananannya.
"Selain menyampaikan aspirasi ini kepada pemerintah dan DPR, kami juga akan memanggil gubernur untuk membicarakan hal ini. Agar pemerintah provinsi juga bisa mencari solusi agar kekerasan terhadap perempuan tidak terjadi lagi," tandasnya. Publikasi/01