PADANG, - Terjadi kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertalite di Sumatera Barat ( Sumbar ) , menjadi soroton oleh Ketua Komisi V DPRD Sumbar Hidayat, ia menuturkan kenaikan tersebut, merupakan dampak dari persetujuan Peraturan Daerah (Perda ) tentang kenaikan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) non subsidi dari 5 persen menjadi 7,5 persen.
“ Kenaikan BBM jenis pertalite merupakan dampak dari persetujuan dari regulasi yang di sahkan pada masa sidang pertama DPRD Sumbar tahun 2018, “ ujarnya saat dihubungi, Kamis ( 26/7)
Dia menjelaskan, kenaikan BBM jenis pertalite dari Rp7800 menjadi Rp 8000 merupakan dampak dari perda tentang pajak yang naik. Naik dari 5% menjadi 7.5 %. Maksimalnya 10%, berangkat dari kondisi tersebut, tentu akan membuat tekanan ekonomi bagi masyarakat meningkat. Tapi ia meluruskan jika lebih cermat, sebenarnya persoalannya bukan itu.
"Persoalannya kemudian bukan itu, pemerintah pusat harusnya menjamin pasokan bensin jenis premium yang merupakan bbm bersubsidi terpenuhi dan sampai ke setiap SPBU. Kebutuhan akan BBM harus terpenuhi, karena itu merupakan kewajiban negara dan merupakan hak masyarakat juga. Sehingga tidak ada lagi terdengar premium kosong, bensin habis dan sebagainya. Kan itu kebijakan pemerintah pusat memastikan pasokan BBM bersubsidi terpenuhi. Pertalite dan pertamax kan tidak disubsidi, tapi jika premium langka dan sering kosong pilihannya tentu pertalite dan pertamax ," ucap nya.
Disisi lain, Endarmy sekertaris Komisi I DPRD Sumbar mengatakan bahwa pertamina juga harus memberikan pernyataan sikap kepada masyarakat akan hal ini.
"Saya juga heran kenapa hanya di Sumbar yang naik, biasanya kan kalau BBM ada yang naik itu skala nasional. Mungkin informasi dari pertamina kurang masif kepada masyarakat sehingga banyak masyarakat yang kaget. Harusnya dari pertamina ada pernyataan sikap kenapa pertalite di Sumbar mengalami kenaikan meskipun juga pertalite termasuk non subsidi. Agar masyarakat faham juga," tutur nya. (Publikasi 03)