PADANG – Tenaga honorer kategori 2 (K2) dari tenaga pendidik mengadukan nasib ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat, Senin (20/11). Guru honor ini meminta kejelasan nasib mereka, terutama mengenai tunjangan penghasilan yang mereka terima. Mereka meminta DPRD mencarikan jalan keluar agar nasib mereka mendapat kejelasan.
Diterima Komisi V DPRD Provinsi Sumatera Barat, perwakilan guru honor mengeluhkan beberapa persoalan yang membuat mereka merasa kesulitan. Pertama adalah mengenai tunjangan honor yang diterima, kemudian kesulitan dalam mengurus sertifikasi, termasuk juga kejelasan status dan beberapa persoalan lainnya.
Abuzar, mewakili sekitar 6.600-an orang guru honor se Sumatera Barat menjelaskan, dengan status mereka sekarang, tunjangan yang diterima sangat kecil. Bahkan dibanding buruh saja yang bisa menerima upah sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP), yang diterima guru honor justru jauh di bawah UMP.
Menurutnya, dengan kondisi tersebut, tenaga guru honor seperti tidak dihargai sama sekali. Kondisinya diperparah lagi dengan sulitnya mengurus sertifikasi guru. Untuk mengurus sertifikasi, harus ada surat dari pemerintah daerah namun karena berbenturan dengan aturan perundang-undangan, pemerintah daerah melalui dinas terkait tidak bisa mengeluarkan surat tersebut.
“Karena tidak ada SK dari pemerintah daerah, kami tidak bisa mengurus sertifikasi,†lanjutnya.
Tenaga guru honorer yang telah mengabdikan diri bahkan hingga belasan tahun ini berharap, momen peringatan Hari Guru Nasional ke 72 pada 25 November 2017 nanti, mendapat titik terang bagaimana nasib pengabdian mereka.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat Burhasman dalam kesempatan itu menyampaikan, pemerintah provinsi sangat menyadari dan memahami kesulitan yang dialami tenaga guru honor K2 tersebut.
“Namun pemerintah provinsi belum bisa mengambi keputusan apa-apa karena terbentur aturan dari pemerintah pusat mengenai moratorium,†ungkapnya.
Meski demikian, langkah lain untuk memberikan tunjangan kepada guru honor bukan tidak dilakukan. Melalui APBD, telah dialokasikan dana bantuan yang dimasukkan dalam belanja langsung. Dia menegaskan, langkah tersebut diambil pemerintah provinsi untuk mengakomodir walaupun sebetulnya merupakan sebuah langkah “beraniâ€.
“Alokasi dana ini khususnya untuk tenaga guru honor pada SMA dan SMK yang sudah menjadi kewenangan pemerintah provinsi,†terangnya.
Terkait moratorium, Burhasman menambahkan, pemerintah provinsi Sumatera Barat merupakan daerah pertama yang meminta kepada pemerintah pusat untuk dicabut. Dalam waktu dekat, akan digelar sebuah seminar terkait hal itu dimana gubernur Sumatera Barat akan menjadi salah satu kepala daerah yang memberikan pemaparan.
“Dalam seminar ini nantinya juga akan disuarakan kembali pencabutan moratorium tersebut dan berharap bisa dikabulkan pemerintah pusat,†terangnya.
Ketua Komisi V DPRD Provinsi Sumatera Barat Hidayat menyambut aspirasi dari para guru honorer tersebut menyatakan, sangat memahami persoalan yang dihadapi oleh para tenaga guru honor tersebut. DPRD dan pemerintah provinsi Sumatera Barat akan terus berusaha berjuang agar moratorium tersebut dicabut oleh pemerintah pusat.
“DPRD sangat memahami kondisi ini namun pemerintah daerah terbentur kepada aturan. Kami bersama pemerintah daerah akan berusaha agar moratorium bisa dicabut,†kata Hidayat.
Dia menegaskan, pengalokasian dana bantuan, khusus untuk guru SMA dan SMK merupakan langkah berani pemerintah daerah melalui APBD. Langkah ini juga dilakukan oleh daerah lain karena tidak mungkin mengabaikan nasib guru honorer yang masih mengabdikan diri sementara mereka tidak dibayar.
Pertemuan perwakilan guru honorer se Sumatera Barat dengan Komisi V DPRD Provinsi Sumatera Barat itu dihadiri beberapa orang angota Komisi V antara lain Rafdinal dan Saidal Masfiuddin. Pertemuan juga dihadiri oleh Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sumatera Barat Zainal Akil dan Kepala Bidang Formasi dan Informasi Badan Kepegawaian Daerah Syafnirwan. (pmc/publikasi 01)