PADANG - Polemik yang muncul karena lahirnya Surat Edaran (SE) Gubernur Sumatera Barat tentang Dukungan Gerakan Percepatan Tanam Padi hanya persoalan redaksional bahasa. Pada prinsipnya, SE tersebut bertujuan untuk menggenjot produksi padi dalam rangka penguatan ketahanan pangan dan peningkatan ekonomi petani.
Hal itu diakui Kepala Dinas Ketahanan Pangan Hortikultura dan Perkebunan (Distanhorbun) Provinsi Sumatera Barat, Candra, dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat, Jumat (17/3) sore. Menurutnya, pada SE yang pertama, mungkin ada beberapa kalimat yang mungkin bisa menimbulkan salah pengertian di masyarakat sehingga diubah melalui SE kedua.
"Pada SE yang pertama ada kalimat "diambil alih pengelolaan", mungkin ini yang menimbulkan salah pengertian sehingga diubah menjadi "dikerjasamakan". Ini hanya soal redaksional bahasa saja," kata Candra.
Tujuan dari SE tersebut, menurutnya, adalah dalam rangka menjadikan lahan-lahan pertanian masyarakat menjadi produktif sekaligus membantu petani yang tidak mampu mengolah lahan.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat Arkadius Datuak Intan Bano melihat tujuan dari SE tersebut sangat bagus. Dalam rangka penguatan ketahanan pangan, meningkatkan produksi petani dengan pengolahan lahan yang berkelanjutan merupakan langkah yang sangat tepat.
"Namun, kesalahan berbahasa ini seharusnya tidak perlu terjadi karena akan menimbulkan penafsiran beragam dari masyarakat. SE tersebut menjadi informasi publik yang harus disampaikan dengan bahasa yang jelas dan mudah dipahami," katanya.
Arkadius memandang positif upaya pemerintah dalam rangka menggenjot produksi pertanian karena upaya tersebut merupakan salah satu langkah meningkatkan kesejahteraan petani disamping dalam rangka mencapai penguatan ketahanan pangan. Namun, dia mengingatkan, kebijakan yang dilahirkan harus diiringi peningkatan sarana penunjang.
"Untuk menerapkan pengolahan lahan berkelanjutan tentunya harus disiapkan jaringan irigasi yang memadai sehingga lahan pertanian mendapat pasokan air yang cukup. Apabila ini bisa saling mendukung, target musim tanam tiga kali setahun untuk tanaman padi tentu bisa dilaksanakan," ujarnya.
Rapat dengar pendapat tersebut dipimpin Ketua Komisi II Yuliarman dihadiri sekretaris Komisi Nofrizon dan beberapa anggota Komisi II antara lain Zusmawati, Komi Chaniago, Widayatmo, Liswandi dan Sudarmi Saogo. Dari pemerintah kabupaten dan kota hadir Wakil Bupati Agam Trinda Farhan Satria serta perwakilan dari dinas terkait di pemerintah kabupaten dan kota se Sumatera Barat. Ikut juga dalam pertemuan dari unsur Lembaga Swadaya Masyarakat dan stakeholder lainnya.
Wakil Bupati Agam Trinda Farhan Satria mengungkapkan, sebelum SE tersebut keluar, pemerintah kabupaten Agam telah menjalin kerjasama dengan TNI dalam pengolahan lahan pertanian. Program yang dilaksanakan adalah cetak sawah baru, dan tahun ini pun masih tetap berjalan seluas 71 hektar.
"Jadi untuk kerjasama seperti yang diisyaratkan di dalam SE tersebut kami rasa tidak masalah, apabila maksudnya memang seperti itu, Pemkab Agam sudah melaksanakan kerjasama sebelumnya," kata Farhan.
Wakil Bupati yang pernah membidani lahirnya Perda Provinsi Sumatera Barat tentang Kemandirian Pangan saat menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat ini menegaskan, yang harus dilakukan adalah memprogramkan kemandirian pangan bukan lagi sekedar ketahanan pangan.
Sementara itu, dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) dan Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) V menyatakan komitmen memberikan dukungan terhadap peningkatan produktifitas pertanian itu melalui ketersediaan pasokan air. Saat ini, ada beberapa proyek besar jaringan irigasi yang tengah dikerjakan seperti di Kabupaten Pesisir Selatan. Termasuk juga perbaikan jaringan irigasi yang rusak sehingga pasokan air tetap terjaga. *Publikasi.