Nelayan Kapal Bagan Minta Suaka ke DPRD Sumbar

PADANG- Puluhan nelayan kapal bagan mengadukan nasib ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat, Rabu (22/9/2021). Mereka meminta "perlindungan" agar tetap dapat melaut sampai perizinan sesuai peraturan dapat terpenuhi.
 
Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat Indra Datuak Rajo Lelo bersama Ketua Komisi II Arkadius Datuak Intan Bano serta Wakil Ketua Komisi II Muhayatul menerima kedatangan nelayan tersebut. Nelayan menyampaikan harapan, agar kapal bagan mereka dapat tetap beroperasi sambil mereka melengkapi perizinan.
 
Ketua Persatuan Nelayan Bagan Sumatera Barat (PNBS) Hendra Halim menyebutkan, nelayan mendapat masalah ketika melaut karena persoalan perizinan. Proses perizinan untuk bagan dengan tonase 30 GT sangat sulit bagi nelayan.
 
"Saat ini nelayan menemui masalah terkait perizinan ketika melaut, proses perizinan sulit apa lagi perubahan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) direvisi," kata Hendra.
 
Hendra menambahkan, persyaratan mengurus Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), alat tangkap harus memakai ukuran mata jaring 1 inci. Sedangkan untuk mengganti jaring, membutuhkan biaya besar mencapai Rp50 jutaan. Hendra juga menyampaikan keluhan nelayan terkait pengurusan SIUP dan SIPI dengan sistem elektronik terintegritas atau Online Single Submission (OSS). 
 
"Kondisi saat ini sebagian nelayan tidak mampu mengganti jaring alat tangkap karena biayanya cukup besar. Kemudian sistem pengurusan dalam jaringan (online) melalui OSS juga menjadi kendala," kata Hendra.
 
Dia berharap pemerintah provinsi dan DPRD dapat mencarikan solusi agar nelayan dapat melaut dengan tenang. Pemprov Sumatera Barat diharapkan membuat aturan sesuai kewenangan otonomi daerah untuk nelayan kapal bagan.
 
Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat Indra Datuak Rajo Lelo menegaskan akan bersungguh-sungguh dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat nelayan. 
 
"Persoalan nelayan ini harus menjadi perhatian serius karena menyangkut ekonomi masyarakat Sumatera Barat dan pemenuhan kebutuhan pokok," kata Indra.
 
Menurut Indra, kapal bagan masih menjadi salah satu penopang ekonomi masyarakat terutama di daerah pesisir pantai. Sebagian besar kebutuhan ikan dipasok dari hasil tangkapan nelayan kapal bagan.
 
"Nelayan sangat mengharapkan ada solusi nyata dari pihak terkait tentang persoalan yang mereka hadapi sehingga perlu dikawal sampai tuntas," tambah Indra.
 
Ketua Komisi II DPRD Provinsi Sumatera Barat Arkadius Datuak Intan Bano menambahkan, izin operasi kapal penangkap ikan dengan tonase 30 GT ke bawah adalah kewenangan pemerintah provinsi.
 
"Agar nelayan dapat tetap melaut, kami meminta gubernur melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) memberikan diskresi," kata Arkadius.
 
Dia meminta agar gubernur berkoordinasi dengan jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) agar surat keterangan izin melaut dapat digunakan oleh nelayan.  Sementara DKP juga hendaknya memberikan kemudahan kepada nelayan dalam mengurus perizinan secara online melalui OSS.
 
"Kalau secara online menemui kendala, hendaknya bisa dilakukan secara manual (proses perizinannya)," sebutnya.
 
Wakil Ketua Komisi II DPRD Provinsi Sumatera Barat Muhayatul menambahkan, akan terus mendorong untuk menemukan solusi bagaimana agar nelayan kapal bagan tetap dapat melaut. 
 
"Karena ini menyangkut perekonomian masyarakat, kita akan terus dorong kemudahan proses perizinan dengan tujuan agar nelayan kapal bagan dapat tetap melaut. Terhentinya aktivitas nelayan kapal bagan akan berdampak buruk kepada pergerakan ekonomi dan memicu peningkatan angka kemiskinan," tegas Muhayatul.
 
"Persoalan izin, pemenuhan persyaratan dan sebagainya, perlu didorong, dipermudah proses izinnya. Intinya, bagaimana agar nelayan kapal bagan tetap beraktivitas," tukuknya.
 
Muhayatul menyebutkan, Sumatera Barat memiliki wilayah perairan yang cukup luas mencakup sedikitnya tujuh kabupaten/ kota yang berada di wilayah pesisir. Seperti Pesisir Selatan, Kota Padang, Padang Pariaman dan Kota Pariaman, Agam, dan Pasaman Barat serta Mentawai yang merupakan daerah kepulauan. 
 
"Masyarakat di wilayah pesisir pantai sebagian besar menggantungkan hidup dari laut dan usaha kapal bagan menjadi yang paling banyak menampung tenaga kerja. Untuk itu, kendala dan persoalan yang dihadapi harus mendapat solusi sehingga usaha kapal bagan dapat beroperasi dan memenuhi syarat sesuai ketentuan," tandas Muhayatul. 01