Masih Tingginya Persoalan Agraria. DPRD Sumbar Mengagaskan Penataan HGU

PADANG,- Penataan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan akan menjadi gagasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar). Mengingat masih tingginya potensi persoalan agraria di daerah tersebut.

 
Ketua DPRD Sumbar Supardi saat hiring dengan perwakilan Ninik mamak Kinali Kabupaten Pasaman Barat, Senin (14/6) mengatakan, pengukuran kembali HGU di Sumbar penting dilakukan, mengingat masih banyaknya persoalan investasi dan ulayat yang harus diselesaikan. Terkait tanah Ulayat, tidak masalah dijadikan lahan investasi, namun perusahaan sebagai pemenang HGU mesti memenuhi hak hak masyarakat adat, salah satunya plasma.
 
" Terkait persoalan-persoalan yang terjadi, kepada daerah harus berkontribusi lebih untuk menyelesaikan, sehingga investasi berjalan dan masyarakat juga tidak dirugikan,"katanya 
 
Menurut Supardi dan dprd akan segera membentuk dan menurunkan tim untuk membantu mencari jalan penyelesaian terhadap masalah khusus di Pasaman Barat.
 
“DPRD melalui Komisi I dan Komisi II akan membentuk dan menurunkan tim untuk membantu mencari jalan penyelesaian persoalan ini,” kata Supardi.
 
Supardi mengakui, dalam Peraturan Menteri Pertanian nomor 26 tahun 2007, perusahaan perkebunan wajib menyediakan lahan untuk masyarakat minimal 20 persen dari luas lahan inti.
 
“Dalam persoalan ini, kita tahu bahwa sudah ada kesepakatan antara masyarakat dengan perusahaan. Kalau sekarang ada kendala, perlu ditindaklanjuti untuk mengetahui akar permasalahannya dan dicari jalan keluarnya,” ucap Supardi.
 
Supardi juga meminta instansi terkait di pemerintah daerah provinsi untuk mengawal persoalan tersebut sehingga dapat segera dituntaskan.
 
Untuk diketahui Overlay data Perkebunan Kelapa Sawit yang dipublis di website Kementerian ATR/BPN RI terdapat  50 izin Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Barat dengan total luasan 151.561,06 Hektar dari total luasan tersebut sebanyak 3.851 Hektar berada dalam kawasan hutan.
 
Keberadaan HGU dan Perkebunan Kelapa sawit yang tidak hanya dalam kawasan hutan namun juga berada di sekitar pemukiman dan tanah ulayat memicu konflik yang tidak kunjung selesai. (03)