Komisi I DPRD Prov. Sumbar pada saat ini sedang melaksanakan pembahasan Ranperda Nagari.

Komisi I DPRD Prov. Sumbar pada saat ini sedang melaksanakan pembahasan Ranperda Nagari dengan Tahapan Hearing, Dengar Pendapat. Adapun hal tersebut diharapkan masukan, kritikan dan saran dari masyarakat Provinsi Sumatera Barat terhadap Ranperda ini. Berikut Ranperda tentang Nagari :

 

 GUBERNUR SUMATERA BARAT

 RANCANGAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

NOMOR   TAHUN  2015

 TENTANG

 NAGARI

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

 

 GUBERNUR SUMATERA BARAT,

 

Menimbang : a.    bahwa penyelenggaraan pemerintahan nagari perlu disesuaikan dengan filosofi Adaik  Basandi Syara’-Syara’ Basandi Kitabullah, syara’ mangato adaik mamakai, hak asal usul dan hak tradisional berdasarkan kondisi riil masyarakat Sumatera Barat dalam rangka mewujudkan pemberdayaan masyarakat Nagari;

b.     bahwa Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari, belum dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat Sumatera Barat dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari;

c.      bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,  memberi peluang kepada Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat untuk melakukan penataan  pemerintahan nagari, sehingga Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2007 perlu diganti;

d.     bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam  huruf a, huruf b dan huruf                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Nagari;

 Mengingat :   1.   Pasal 18 ayat (6), ayat (7) dan Pasal 18B ayat (2) Undang-   Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2.     Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1546);

3.     Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

4.     Undang-Undang Nomor 6 Tahun  2014 tentang Desa (Lembaran  Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);

5.     Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran  Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 menjadi Undang-Undang (Lembaran  Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5657);

6.     Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran  Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601)

7.     Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran  Negara Republik Indonesia Nomor 5539);

8.     Peraturan   Pemerintah    Nomor  60     Tahun    2014   tentang Dana Nagari yang bersumber dari Anggaran  Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia  Tahun 2014 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5558);

9.     Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;

10.  Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum adat;

11.  Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 6 Tahun 2008 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya;

12.  Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 6 Tahun 2014 tentang Penguatan Lembaga Adat dan Pelestarian Nilai Budaya Minangkabau;

                                             

                                     Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI

SUMATERA BARAT

dan

GUBERNUR SUMATERA BARAT

MEMUTUSKAN :

 

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG NAGARI

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1.      Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang Pemerintahan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2.      Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Barat;

3.      Gubernur adalah Gubernur Sumatera Barat;

4.      Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota dan Perangkat Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Barat;

5.      Nagari adalah Kesatuan Masyarakat Hukum Adat secara geneologis dan historis, memiliki batas-batas dalam wilayah tertentu, memiliki harta kekayaan sendiri, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan Masyarakat setempat serta memilih pemimpinnya;                       

6.      Wali Nagari adalah Pimpinan Pemerintah Nagari;

7.      Pemerintah Nagari adalah Wali Nagari dan Perangkat Nagari sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan  Nagari;

8.      Kerapatan Adat Nagari yang selanjutnya disingkat KAN adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Nagari serta melakukan pengawasan terhadap kebijakan Wali Nagari.

9.      Penataan Nagari adalah tindakan melakukan pembentukan, penggabungan, pemekaran, penghapusan, dan Perubahan status Nagari;

10.   Korong/Jorong/Kampung yang terdapat dalam Nagari adalah bagian dari wilayah Nagari;

11.   Anak Nagari adalah warga masyarakat yang ada di Nagari dan di Rantau;

12.   Parik Paga Nagari adalah Perangkat Nagari yang bertugas menjaga ketenteraman dan ketertiban di Nagari.

13.   Ulayat Nagari adalah Wilayah Kekuasaan Masyarakat Hukum Adat;

14.   Kekayaan Nagari adalah Harta benda yang telah ada atau kemudian menjadi milik dan kekayaan Nagari baik bergerak maupun tidak bergerak;

15.   Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari yang selanjutnya disingkat APB-Nagari adalah Rencana Keuangan Tahunan Pemerintahan Nagari yang telah dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Nagari dan Kerapatan Adat Nagari dan ditetapkan dengan Peraturan Nagari;

16.   Ninik mamak adalah setiap pemangku adat yang berasal dari suku atau kaum di Nagari; dan

17.   Peradilan Adat adalah suatu lembaga peradilan perdamaian antara warga masyarakat Nagari yang bersengketa.

18.   Hukum Adat adalah norma dan aturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang hidup dan berlaku untuk mengatur kehidupan masyarakat hukum adat dan atas pelanggarannya dikenakan sanksi adat.

 

Pasal 2

(1)    Pengaturan Nagari berdasarkan asas:

a. kepastian hukum;

b. tertib penyelenggaraan pemerintahan;

c.  tertib kepentingan umum;

d. keterbukaan;

e.  proporsionalitas;

f.   profesinalitas;

g. akuntabilias;

h. efektifitas dan efisiensi; dan

i.   partisipatif.

(2)   Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengaturan nagari juga berdasarkan   asas :

a.    filosofi Adaik basandi syara’ syara’ basandi kitabullah, syara’ mangato adaik mamakai;

b.   musyawarah untuk mufakat;

c.    adat salingka nagari; dan

d.   adat sabatang panjang.

 

Pasal 3

 Pengaturan Nagari bertujuan:

a.    memberikan pengakuan dan penghormatan atas Nagari yang sudah ada berdasarkan hak asal usul dan hak tradisional Nagari  dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat;

b.    memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Nagari dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia

c.    melindungi dan Memberdayakan Nagari agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kukuh dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.

d.    melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Nagari;

e.    mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Nagari untuk pengembangan potensi dan Aset Nagari guna kesejahteraan bersama;

f.     membentuk Pemerintahan Nagari yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab;

g.    meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Nagari guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;

h.   meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Nagari guna mewujudkan masyarakat Nagari yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;

i.     memajukan perekonomian masyarakat Nagari serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan

j.     memperkuat masyarakat Nagari sebagai subjek pembangunan.

 

BAB II

KEDUDUKAN

Pasal 4

(1)   Nagari berkedudukan di Kabupaten/Kota.

(2)   Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Nagari yang sudah ada sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini.

 

BAB III

 KEWENANGAN NAGARI

Pasal 5

 Kewenangan Nagari meliputi :

a.   kewenangan berdasarkan hak asal usul;

b.   kewenangan lokal berskala Nagari;

c.    kewenangan yang dilimpahkan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah   Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan

d.   kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

 

 

Pasal 6

(1)   Kewenangan Nagari berdasarkan hak asal usul sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5  huruf a terdiri atas :

a.  pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli;

b.     pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat;

c.     pelestarian nilai sosial budaya Nagari;

d.  penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Nagari dalam wilayah yang selaras dengan prinsip hak azasi manusia dengan mengutamakan penyelesaian secara musyawarah;

e.  penyelenggaraan peradilan adat;

f.   pemeliharaan ketentraman dan ketertiban masyarakat nagari berdasarkan hukum adat yang berlaku di Nagari; dan

g.  pengembangan kehidupan hukum adat sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Nagari;

(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

 

Pasal 7

Kewenangan lokal berskala Nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b meliputi:

a.    pengelolaan tambatan perahu;

b.   pengelolaan pasar Nagari;

c.    pengelolaan tempat pemandian umum di Nagari;

d.   pengelolaan jaringan irigasi;

e.    pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat Nagari;

f.     pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu;

g.    pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan belajar;

h.   pengelolaan perpustakaan dan taman bacaan Nagari;

i.     pengelolaan embung Nagari;

j.     pengelolaan air minum berskala Nagari; dan

k.   pembuatan jalan Nagari antar permukiman.

 

Pasal 8

Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diatur dan diurus oleh Nagari.

 

Pasal 9

(1) Penugasan dari Pemerintah Daerah kepada Nagari meliputi:

a.    penyelenggaraan Pemerintahan Nagari;

b.   pelaksanaan Pembangunan Nagari;

c.    pembinaan kemasyarakatan Nagari; dan

d.   pemberdayaan masyarakat Nagari.

(2)  Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai biaya.

 

Pasal 10

Pelaksanaan identifikasi dan inventarisasi kewenangan berdasarkan hak asal usul serta kewenangan lokal berskala Nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dan huruf b dilakukan oleh Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

 

BAB IV

PEMERINTAHAN NAGARI

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 11

(1)   Pada setiap Nagari dibentuk Pemerintahan Nagari.

(2)   Pembentukan Pemerintahan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

 

Pasal 12

Pemerintahan Nagari  diselenggarakan oleh Pemerintah Nagari dan KAN.

 

Bagian Kedua

Pemerintah Nagari

Paragraf 1

Umum

Pasal 13

(1)   Pemerintah Nagari terdiri atas Wali Nagari dan Perangkat Nagari.

(2)  Perangkat Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :

a.    Sekretariat Nagari;

b.   Jorong/Korong/Kampuang;dan

c.      Parik Paga Nagari;

(3)  Sekretariat Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri dari Sekretaris Nagari dan paling banyak 3 (tiga) Kepala Urusan;

(4)  Pembentukan Organisasi dan Tatakerja Perangkat Nagari diatur dengan Peraturan Daerah  Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Paragraf 2

Wali Nagari

Pasal 14

(1)   Wali Nagari dipilih secara demokratis yang penyelenggaraannya dilakukan berdasarkan adat salingka nagari.

(2)  Wali Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:

a.  warga negara Republik Indonesia;

b.  beragama Islam;

c.  memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;

d.  berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat;

e.  berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun pada saat mendaftar;

f.   bersedia dicalonkan menjadi Wali Nagari;

g.  penduduk atau anak Nagariyang berdomisili, atau bersedia berdomisili di Nagari yang bersangkutan;

h. memahami adat istiadat yang berlaku dan berkembang di Nagari yang bersangkutan;

i.   tidak pernah melakukan pelanggaran adat dan syariat;

j.   tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara;

k.  tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani pidana penjara dan mengumumkan secara jujur dan terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang;

l.   tidak sedang dicabut hak pilihnya sesuai dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

m.  berbadan sehat;

n. belum pernah menjadi Wali Nagari paling lama 18 (delapan belas)  tahun atau tiga kali masa jabatan berturut-turut; dan

o.  memenuhi persyaratan lain yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

(3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencalonan, penetapan calon,  dan pemilihan Wali Nagari diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota:

 

Pasal 15

(1)   Wali Nagari memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.

(2)  Wali Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan.

 

Pasal 16

(1)   Wali Nagari mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan;

(2)  Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Wali Nagari mempunyai wewenang :

a.    memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Nagari;

b.   mengangkat dan memberhentikan Perangkat Nagari atas persetujuan pimpinan KAN;

c.    memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Nagari;

d.   menetapkan Peraturan Nagari;

e.    menetapkan APB-Nagari;

f.     membina kehidupan masyarakat Nagari;

g.    membina ketentraman dan ketertiban masyarakat Nagari;

h.   membina dan meningkatkan perekonomian Nagari serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Nagari;

i.     mengembangkan sumber pendapatan Nagari serta mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Nagari;

j.     mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Nagari;

k.   memanfaatkan teknologi tepat guna;

l.     mengkoordinasikan pembangunan Nagari secara partisipatif;

m.  mewakili Nagari di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

n.   melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 17

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), Wali Nagari berhak :

a.     mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Nagari;

b.     mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Nagari;

c.      menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan;

d.     mendapatkan perlindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan

e.      memberi mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada Perangkat Nagari. 

 

Pasal 18

Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) Wali Nagari mempunyai kewajiban:

a.    memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;

b.   meningkatkan kesejahteraan masyarakat Nagari;

c.    memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat Nagari;

d.   menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan;

e.    melaksanakan kehidupan demokrasi dengan mengedepankan musyawarah untuk mufakat dan berkeadilan gender;

f.     melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Nagari yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme;

g.    menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Nagari;

h.   menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Nagari yang baik;

i.     mengelola keuangan dan Kekayaan Nagari;

j.     melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Nagari;

k.   menyelesaikan perselisihan masyarakat di Nagari;

l.     mengembangkan perekonomian masyarakat Nagari;

m.  membina dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat Nagari;

n.   memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Nagari;

o.    mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; dan

p.   memberikan informasi kepada masyarakat Nagari.

 

Pasal 19

Dalam melaksanakan tugas, wewenang, hak, dan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17 dan Pasal 18, Wali Nagari menyampaikan laporan sebagai berikut:

a.     laporan penyelenggaraan Pemerintahan Nagari setiap akhir tahun anggaran;

b.   laporan penyelenggaraan Pemerintahan Nagari pada akhir masa jabatan;

c.    laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis setiap akhir tahun anggaran.

 

Pasal 20

(1)   Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Camat paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran;

(2)  Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

a.    pertanggungjawaban penyelenggaraan Pemerintahan Nagari;

b.     pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan;

c.     pelaksanaan pembinaan kemasyarakatan; dan

d.     pelaksanaan pemberdayaan masyarakat.

(3)  Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai bahan evaluasi oleh Bupati/Walikota dalam melakukan pembinaan dan pengawasan.

 

Pasal 21

(1)   Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Nagari pada akhir masa jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Camat.

(2)  Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam jangka waktu 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan.

(3)  Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

a. ringkasan laporan tahun-tahun sebelumnya;

b.  rencana penyelenggaraan Pemerintahan Nagari dalam jangka waktu untuk 5 (lima) bulan sisa masa jabatan;

c.  hasil yang dicapai dan yang belum dicapai; dan

d.  hal yang dianggap perlu perbaikan.

(4)  Pelaksanaan atas rencana penyelenggaraan Pemerintahan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilaporkan oleh Wali Nagari kepada Bupati/Walikota dalam memori serah terima jabatan.

 

Pasal 22

(1)   Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c setiap akhir tahun anggaran disampaikan kepada KAN secara tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran;

(2) Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat pelaksanaan Peraturan Nagari;

(3) Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh KAN dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja Wali Nagari;

 

 

Pasal 23

Wali Nagari menginformasikan secara tertulis dan dengan media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat mengenai penyelenggaraan Pemerintahan Nagari kepada masyarakat Nagari.

 

Pasal 24

Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan penyelenggaraan Pemerintahan Nagari diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota.

 

Pasal 25

Wali Nagari dilarang :

a.   melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama dan adat istiadat;

b.    merugikan kepentingan umum

c.     membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, suku dan kaum serta pihak lain, dan/atau golongan tertentu;

d.    menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;

e.     melakukan tindakan dan/atau pelayanan secara diskriminatif terhadap warga dan/atau masyarakat Nagari;

f.      melakukan tindakan yang meresahkan masyarakat Nagari;

g.    melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;

h.    menjadi pengurus partai politik;

i.      menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;

j.      merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Kerapatan Adat Nagari, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan;

k.    ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;

l.      melanggar sumpah/janji jabatan; dan

m.  meninggalkan tugas selama 30 (tiga puluh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

 

 

 

Pasal 26

(1) Wali Nagari berhenti karena :

a.    meninggal dunia;

b.   permintaan sendiri;dan

c.   diberhentikan.

(2)  Wali Nagari diberhentikan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c karena :

a.    berakhir masa jabatan.

b.   tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;

c.    tidak lagi memenuhi syarat sebagai Wali Nagari;

d.   dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan oleh pejabat/lembaga berwenang;

e.    tidak melaksanakan kewajiban Wali Nagari, dan/atau

f.     melanggar larangan bagi Wali Nagari.

g.    dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

(3)  Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Wali Nagari disebabkan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Bupati/Walikota mengangkat Pegawai Negeri Sipil dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagai penjabat  Wali Nagari sesuai dengan ketentuan  peraturan perundang-undangan.

(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian Wali Nagari dan pengangkatan penjabat Wali Nagari diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

 

Pasal 27

Wali Nagari diberhentikan sementara oleh Bupati/Walikota apabila terbukti melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap.

 

Pasal 28

(1)    Wali Nagari yang diberhentikan sementara oleh Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan apabilasetelah proses pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap ternyata tidak bersalah,maka paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkan Putusan Pengadilan, Bupati/Walikota harus merehabilisasi dan/atau mengaktifkan kembali Wali Nagari yang bersangkutan sampai dengan akhir masa jabatan.

(2)    Apabila Wali Nagari yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud ayat (1) telah berakhir masa jabatannya, Bupati/Walikota hanya merehabilisasi Wali Nagari yang bersangkutan.

 

Pasal 29

(1)    Tindakan penyidikan terhadap Wali Nagari, dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Bupati/Walikota.

(2)   Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1)  adalah :

a.    tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan;

b.  diduga melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman mati.

(3)   Tindakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan secara tertulis oleh atasan penyidik kepada Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari.

 

Paragraf 3

Perangkat Nagari

Pasal 30

(1)  Perangkat Nagari sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat (2) mempunyai tugas membantu Wali Nagari dalam penyelenggaraan Pemerintah Nagari.

(2)    Perangkat Nagari dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggungjawab kepada Wali Nagari.

 

Pasal 31

(1)   Perangkat Nagari diangkat oleh  Wali  Nagari dari masyarakat yang memenuhi persyaratan:

a. berpendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat;

b. berusia paling kurang 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi 42 (empat puluh dua) tahun;

c.  terdaftar sebagai penduduk Nagari dan bertempat tinggal di Nagari  paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran.

(2)    Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Kabupaten/Kota juga dapat menetapkan persyaratan dengan memperhatikan adat dan budaya masyarakat Nagari yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

 

Pasal 32

Perangkat Nagari dilarang :

a.     merugikan kepentingan umum;

b.     membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;

c.     menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;

d.     melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu;

e.     melakukan tindakan yang meresahkan sekelompok masyarakat Desa;

f.      melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;

g.     menjadi pengurus partai politik;

h.    menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;

i.      merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;

j.      ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;

k.     melanggar sumpah/janji jabatan; dan

l.      meninggalkan tugas selama 60 (enam puluh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas.

 

Pasal 33

(1)  Perangkat Nagari berhenti karena:

a.          meninggal dunia;

b.          permintaan sendiri; atau

c.          diberhentikan.

(2)  Perangkat Nagari yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:

a.          usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;

b.          berhalangan tetap;

c.          tidak lagi memenuhi syarat sebagai Perangkat Nagari; atau

d.          melanggar larangan bagi Perangkat Nagari.

 

Pasal 34

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan dan pemberhentian Perangkat Nagari diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Paragraf 4

Kedudukan Keuangan Wali Nagari

dan Perangkat Nagari

Pasal  35

(1)    Wali Nagari dan Perangkat Nagari diberikan penghasilan tetap setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.

(2)   Penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya yang diterima Wali Nagari dan Perangkat Nagari sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APB-Nagari.

(3)   Penghasilan tetap sebagaimana dimaksud (2) paling sedikit sama

dengan upah minimum regional Kabupaten/Kota.

(4)   Kabupaten/Kota dapat memberikan tambahan penghasilan tetap Wali Nagari dan Perangkat Nagari sesuai kemampuan keuangan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan keuangan Wali Nagari dan  Perangkat Nagari diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

(6)   Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling kurang memuat :

a.    rincian jenis penghasilan;

b.   rincian jenis tunjangan; dan

c.    penentuan pembebanan penghasilan/tunjangan.

 

 

Paragraf 5

Pakaian Dinas dan Atribut

Pasal 36

(1)   Wali Nagari  dan  Perangkat  Nagari  mengenakan   pakaian dinas  dan atribut.

(2)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pakaian dinas dan atribut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Bagian Ketiga

Kerapatan Adat Nagari

Pasal 37

KAN mempunyai fungsi :

a.   membahas dan  menyepakati  rancangan  Peraturan  Nagari bersama Wali Nagari;

b.  menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Nagari; dan

c.  melakukan pengawasan terhadap kebijakan Wali Nagari.

 

Pasal 38

KAN mempunyai wewenang:

a.    membahas rancangan Peraturan Nagari bersama Wali Nagari;

b.   melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari;

c.    melaksanakan musyawarah Nagari.

d.   mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Wali Nagari;

e.    membentuk panitia pemilihan Wali Nagari;

f.     menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat Nagari; dan

g.    menyusun tata tertib KAN.

 

Pasal 39

(1)   Keanggotaan KAN berasal dari keterwakilan suku atau kaum dalam Nagari yang terdiri dari unsur-unsur ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai,  Bundo Kanduang dan  Generasi Muda.

(2)   Pengisian keanggotaan KAN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara musyawarah dan mufakat menurut adat salingka nagari.

(3)   Masa jabatan keanggotaan KAN adalah 6 (enam) tahun, dan dapat diangkat dan dipilih kembali dengan musyawarah dan mufakat menurut Adat Salingka Nagari.

 

Pasal 40

(1)   Anggota KAN ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling banyak 9 (sembilan) orang dengan memperhatikan  keterwakilan suku atau kaum dan kemampuan keuangan Nagari.

(2)   Penetapan jumlah anggota KAN sebagaimana dimaksud ayat (1) berdasarkan kriteria yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

 

Pasal 41

Pimpinan dan Anggota KAN dilarang :

a.      merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat Nagari, dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat Nagari;

b.     melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;

c.      menyalahgunakan wewenang;

d.     melanggar sumpah/janji jabatan;

e.      merangkap jabatan sebagai Wali Nagari dan Perangkat Nagari;

f.       merangkap sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;

g.      sebagai pelaksana proyek Nagari;

h.     menjadi pengurus partai politik; dan/atau

i.       menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang.

 

Pasal 42

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, pemilihan dan pengangkatan anggota KAN diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

 

BAB V

KEKAYAAN DAN KEUANGAN NAGARI

Bagian Kesatu

Kekayaan Nagari

Pasal 43

(1)   Status tanah ulayat tetap diakui sebagai Kekayaan Nagari sesuai ketentuan hukum adat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)   Kekayaan Nagari terdiri atas:

a.      pasar Nagari;

b.      tanah lapang atau tempat rekreasi Nagari;

c.      balai, masjid, atau surau Nagari;

d.      tanah, hutan, batang air, tabek, danau dan/atau laut yang menjadi Ulayat Nagari;

e.      bangunan yang dibuat oleh Anak Nagari untuk kepentingan umum;

f.       tanah Kas Nagari;

g.      tanah serta bangunan yang diserahkan dan diperoleh pada saat diberlakukannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 di Provinsi Sumatera Barat;

h.     Galanggang/Medan Nan Bapaneh; dan

i.       Kekayaan lainnya yang menjadi milik Nagari.

 

Bagian Kedua

Keuangan Nagari

Pasal 44

(1)    Penyelenggaraan urusan yang menjadi kewenangan Nagari dibiayai dari APB-Nagari, Bantuan Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

(2)    Urusan Pemerintah Daerah yang diselenggarakan oleh Nagari dibiayai oleh Pemerintah Daerah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah.

(3)    Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Nagari dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

 

Pasal 45

(1)  Wali Nagari adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan Nagari, yang dalam pelaksanaannya dapat dilimpahkan sebagian atau seluruhnya kepada Perangkat Nagari.

(2)  Pelimpahan kekuasaan Pengelolaan Keuangan Nagari sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah dalam bentuk perencanaan, pelaksanaan, penata usahaan dan pelaporan.

 

BAB VI

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NAGARI

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 46

(1)   APB-Nagari terdiri atas bagian Pendapatan Nagari, bagian belanja Nagari, dan pembiayaan.

(2)   Rancangan APB-Nagari dibahas dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nagari.

(3)   Wali Nagari bersama KAN menetapkan APB-Nagari setiap tahun dengan Peraturan Nagari.

 

Bagian Kedua

Pendapatan Nagari

Pasal 47

Pendapatan Nagari bersumber dari:

a.     pendapatan asli Nagari yang terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Nagari;

b.     alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

c.     bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota;

d.     alokasi dana Nagari yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota;

e.     bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota;

f.      hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan

g.     lain-lain pendapatan Nagari yang sah.

 

Pasal 48

(1)   Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud Pemerintah  Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis Nagari secara merata dan berkeadilan.

(2)  Bagian hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf c paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari pajak dan retribusi daerah.

(3)  Alokasi dana Nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf d paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.

(4)  Bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan  APBD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 huruf e disalurkan melalui Kas Nagari.

 

Pasal 49

Dalam hal Bagi Kabupaten/Kota tidak memberikan alokasi dana Nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal  48 ayat (3), Pemerintahdapat melakukan penundaan dan/atau pemotongan sebesar alokasi dana perimbangan setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus yang seharusnya disalurkan ke Nagari.

 

Pasal 50

Sumber Pendapatan Nagari yang dimiliki dan dikelola oleh Nagari tidak dibenarkan diambil sebagian dan atau seluruhnya oleh Pemerintah Daerah dan/atau pemerintah Kabupaten/Kota.

 

Pasal 51

Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan APB-Nagari, Perubahan APB-Nagari, Perhitungan APB-Nagari, dan Pertanggungjawaban pelaksanaan APB-Nagari diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota.

 

BAB VII

 PERATURAN DI NAGARI

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 52

Peraturan di Nagari terdiri atas :

a.     Peraturan Nagari;

b.     Peraturan Wali Nagari; dan

c.      Peraturan Bersama Wali Nagari

Bagian Kedua

Peraturan Nagari

Pasal 53

(1)   Peraturan Nagari dibentuk dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Nagari.

(2)   Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-undang yang lebih tinggi, dengan memperhatikan kondisi sosial masyarakat Nagari.

(3)   Peraturan Nagari tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

(4)   Peraturan Nagari dibentuk berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 54

(1)   Rancangan Peraturan Nagari diprakarsai oleh Pemerintah Nagari.

(2)  KAN dapat mengusulkan Rancangan Peraturan Nagari kepada Pemerintah Nagari.

(3)  Rancangan Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dikonsultasikan kepada masyarakat Nagari untuk mendapatkan masukan.

(4)  Rancangan Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Wali Nagari setelah dibahas dan disepakati bersama KAN.

 

Pasal 55

(1) Rancangan Peraturan Nagari yang telah disepakati bersama disampaikan oleh Pimpinan KAN kepada Wali Nagari untuk ditetapkan menjadi Peraturan Nagari paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal kesepakatan.

(2) Rancangan Peraturan Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditetapkan oleh Wali Nagari dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya Rancangan Peraturan Nagari dari Pimpinan KAN.

(3) Peraturan Nagari dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak diundangkan dalam lembaran Nagari oleh Sekretaris Nagari.

(4) Peraturan Nagari yang telah diundangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Bupati/Walikota sebagai bahan pembinaan dan pengawasan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diundangkan.

(5) Peraturan Nagari wajib disebarluaskan oleh Pemerintah Nagari. 

 

Pasal 56

Masyarakat/Anak Nagari  berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyusunan atau pembahasan Rancangan Peraturan Nagari.

 

Bagian Ketiga

Peraturan Wali Nagari

Pasal 57

Peraturan Wali Nagari merupakan peraturan pelaksanaan peraturan Nagari.

 

Pasal 58

(1)  Peraturan Wali Nagari ditandatangani oleh Wali Nagari.

(2)  Peraturan  Wali Nagari sebagaimana  dimaksud pada  ayat  (1) berlaku setelah diundangkan oleh Sekretaris Nagari dalam Berita Nagari.

(3)  Peraturan Wali Nagari wajib disebarluaskan oleh Pemerintah Nagari.

(4)  Untuk melaksanakan Peraturan Wali Nagari, Wali Nagari dapat menetapkan Keputusan Wali Nagari dengan mempedomani peraturan perundang-undangan.

 

Bagian Keempat

Pembatalan Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari

Pasal 59

Peraturan Nagari dan Peraturan Wali Nagari yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau kepentingan umum dibatalkan oleh Bupati/Walikota.

 

Bagian Kelima

Peraturan Bersama Wali Nagari

Pasal 60

(1)    Peraturan  Bersama  Wali  Nagari merupakan peraturan Wali Nagari dalam rangka kerja sama antar-Nagari.

(2)    Peraturan Bersama Wali Nagari ditandatangani oleh Wali Nagari dari 2 (dua) Nagari atau lebih yang melakukan kerja sama antar-Nagari.

(3)    Peraturan Bersama Wali Nagari disebarluaskan kepada masyarakat Nagari masing-masing.

 

Pasal 61

Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan Peraturan di Nagari, Keputusan Wali Nagari dan Peraturan Bersama Wali Nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, Pasal 58 ayat (4) dan Pasal 60 ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah kabupaten/Kota.

 

Bagian Keenam

Penegakan Peraturan di Nagari

 Pasal 62

(1)   Penegakan peraturan di Nagari dilakukan oleh Parik Paga Nagari.

(2)   Pelanggaran terhadap Peraturan Nagari dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan dan/atau ketentuan adat di salingka Nagari.

(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penegakan peraturan di Nagari serta sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

 

BAB VIII

PENYELESAIAN SENGKETA  ADAT

Pasal 63

(1)   Penyelesaian sengketa masyarakat hukum adat dilakukan melalui putusan lembaga adat.

(2)   Dalam hal terdapat keberatan terhadap putusan lembaga adat, penyelesaian sengketa adat dilakukan melalui peradilan adat.

(3)   Pembentukan dan struktur Peradilan Adat disesuaikan dengan ketentuan adat Salingka Nagari.

(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai Peradilan Adat diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

 

 

BAB IX

BADAN USAHA MILIK NAGARI

Pasal  64

(1)   Nagari dapat mendirikan Badan Usaha Milik Nagari yang disebut BUM Nagari.

(2)  BUM Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan.

(3)  BUM Nagari dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4)  Tata cara pembentukan dan pengelolaan BUM Nagari diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan  peraturan perundang-undangan.

 

BAB X

KERJASAMA NAGARI

Pasal 65

(1)   Nagari dapat melakukan kerjasama  antar Nagari dan/atau  dengan pihak ketiga.

(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pelaksanaan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

 

BAB XI

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 66

(1)    Pemerintah Provinsi,  Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Kecamatan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan Nagari.

(2)    Pembinaan dan Pengawasan Pemerintah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a.  melakukan pembinaan terhadap Kabupaten/Kota dalam rangka penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang mengatur Nagari;

b.  melakukan pembinaan Kabupaten/Kota dalam rangka pemberian alokasi dana Nagari;

c.   melakukan pembinaan peningkatan kapasitas Wali Nagari dan perangkat Nagari, Badan Permusyawaratan Nagari, dan lembaga kemasyarakatan;

d.  melakukan pembinaan manajemen Pemerintahan Nagari;

e.   melakukan pembinaan upaya percepatan Pembangunan Nagari melalui bantuan keuangan, bantuan pendampingan, dan bantuan teknis;

f.    melakukan bimbingan teknis bidang tertentu yang tidak mungkin dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;

g. melakukan inventarisasi kewenangan Provinsi yang dilaksanakan oleh Nagari;

h. melakukan pembinaan dan pengawasan atas penetapan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dalam pembiayaan Nagari;

i.   melakukan pembinaan terhadap Kabupaten/Kota dalam rangka penataan wilayah Nagari;

j.   membantu Pemerintah dalam rangka penentuan kesatuan masyarakat hukum adat sebagai Nagari; dan

k. membina dan mengawasi penetapan pengaturan BUM Nagari Kabupaten/Kota dan lembaga kerja sama antar-Nagari.

(3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

 

BAB XII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 67

Penyesuaian pengaturan Pemerintahan Nagari, dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.

 

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal  68

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Nagari dan peraturan pelaksanaannya  yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 69

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat.

 

          Ditetapkan di Padang

                                                                    pada tanggal 

                                                                                  

                                                          GUBERNUR SUMATERA BARAT

 

 

                    IRWAN PRAYITNO

Diundangkan di Padang

pada tanggal          

    SEKRETARIS DAERAH

 

  ALI  ASMAR

 

 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN …….NOMOR

 

PENJELASAN

 ATAS

 RANCANGAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

 NOMOR          TAHUN 2014

 TENTANG

 NAGARI

 

1.   UMUM

Pada saat berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Desa, terjadi penyeragaman sistem pemerintahan desa dalam kesatuan administrasi sentralistik, yang menyebabkan desa adat terpecah menjadi desa administrasi.

Kemudian dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, terjadi penguatan terhadap desa adat.

Sebagai wujud dari penguatan desa adat tersebut, lahirlah Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat  Nomor 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari,  yang kemudian diganti dengan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat  Nomor 2 Tahun 2007.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, ingin mengembalikan  hak asal usul yang melekat pada desa adat untuk mengurus kehidupan masyarakat hukum adat dan pengurusan  wilayah masyarakat hukum adat (hak ulayat). Desa adat dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 adalah pengakuan masyarakat hukum adat sebagai subjek hukum dalam sistem pemerintahan yaitu menetapkan unit sosial masyarakat hukum adat seperti Nagari sebagai badan hukum publik. Desa adat sebagai badan hukum publik mempunyai kewenangan tertentu berdasarkan hak asal usul.

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat  Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari, tidak sesuai lagi dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dimaksud, untuk itu perlu diganti.

Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas, perlu menetapkan pengaturan tentang Nagari sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dengan Peraturan Daerah.

 

2.   PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

                   Cukup jelas.

          Pasal 2

                   Huruf a

Yang dimaksud dengan “kepastian hukum” adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

 

Huruf b

Yang dimaksud dengan “tertib penyelenggara pemerintahan” adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara Pemerintahan Desa.

 

Huruf c

Yang dimaksud dengan “tertib kepentingan umum” adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

 

Huruf d

Yang dimaksud dengan “keterbukaan” adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Huruf e

Yang dimaksud dengan “proporsionalitas” adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

 

Huruf f

Yang dimaksud dengan “profesionalitas” adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Huruf g

Yang dimaksud dengan “akuntabilitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

 

Huruf h

Yang dimaksud dengan “efektivitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan yang dilaksanakan harus berhasil mencapai tujuan yang diinginkan masyarakat Desa.

Yang dimaksud dengan “efisiensi” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan yang dilaksanakan harus tepat sesuai dengan rencana dan tujuan.

 

Pasal 3

                   Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas

Pasal 12

          Cukup jelas

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

          Cukup jelas.

 

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

                   Cukup jelas.

Pasal 20

                   Cukup jelas.

Pasal 21

                   Cukup jelas.

Pasal 22

                   Cukup jelas.

Pasal 23

                   Cukup jelas.

Pasal 24

                   Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

                   Cukup jelas.

Pasal 28

                   Cukup jelas

Pasal 29

                   Cukup jelas.

Pasal 30

                   Cukup jelas.

Pasal 31

                   Cukup jelas.

Pasal 32

                   Cukup jelas.

                Pasal 33

                   Cukup jelas.

          Pasal 34

                   Cukup jelas.

Pasal 35

                   Cukup jelas.

 

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40