Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat Guspardi Gaus menegaskan, produk hukum daerah yang berkaitan dengan nilai adat dan keagamaan tidak perlu bermerek (label) syari'ah atau lainnya. Yang penting adalah substansi dari aturan tersebut.
Hal itu ditegaskan Guspardi usai menghadiri Musyawarah Wilayah (Muswil) Himpunan Ilmuwan dan Sarjana Syari'ah Indonesia (HISSI) Sumatera Barat, Selasa (29/1). Muswil HISSI tersebut berlangsung di gedung DPRD Provinsi Sumatera Barat.
"Tak perlu mereknya yang penting substansi dari produk hukum tersebut mencakup aspek-aspek atau nilai yang menjadi tujuan dari aturannya," tegas Guspardi.
Sumatera Barat, lanjutnya, tidak menamakan Peraturan Daerah (Perda) secara spesifik dengan label syari'ah. Namun, banyak perda yang mengatur nilai dan norma kehidupan bermasyarakat baik dengan landasan agama maupun adat. Hal ini didasari kepada filosofi hidup masyarakat Sumatera Barat Adat Basandi Syara' - Syara' Basandi Kitabullah (ABS - SBK).
Guspardi menyebutkan beberapa Perda di Sumatera Barat yang mengandung esensi pelaksanaan syari'ah seperti memakai busana muslim, baca tulis Alquran, zakat dan sebagainya.
"Namun produk hukum tersebut tidak dilabel syari'ah. Jadi yang penting adalah esensi dari Perda itu sendiri," ujarnya.
Untuk daerah kabupaten dan kota di Sumatera Barat, Guspardi menyarankan agar membuat produk hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan syari'at tidak perlu mencantumkan label syari'ah. Untuk membuat produk hukum yang substansinya mengatur hal yang berkaitan dengan pelaksanaan keagamaan, adat dan kehidupan sosial, yang penting diperhatikan adalah esensi dan substansinya. Publikasi/01