PADANG, - Anggota DPRD Sumbar daerah pemilihan (Dapil) Agam Bukittinggi Rafdinal, meminta seluruh kepala daerah untuk jangan sembarangan mengeluarkan izin terdahadap event acara hiburan dangan melibatkan banyak masyarakat pada wilayah masing-masing, menurutnya setiap acara yang akan dibuat oleh event organizer (EO) harus dipelajari dahulu.
"Setiap acara yang ditawarkan oleh pihak penyelenggara, rekam jejaknya harus dilihat dahulu, jika itu akan menimbulkan keresahan terhadap masyarakat. Jangan diberikan izin, " ujarnya, Kamis (11/10)
Dia mengatakan, kepala daerah juga harus mendengarkan keresahan masyarakat sebelum acara itu dihelat, jika acara itu mengandung unsur menyimpang maka jangan keluarkan izin. Setiap izin yang dikeluarkan hendaknya jangan menimbulkan keresahan dan menganggu stabilitas sosial masyarakat, jika kepala daerah sembarangan mengeluarkan izin tanpa memikirkan efek jangka panjang, akan mempengaruhi kapasitas seorang kepala akan kurang dimata masyarakatnya.
Sebelumnya, Wali Kota Bukittinggi M. Ramlan Nur matias mengatakan, Event “Bekate Color Run” sedang marak disosialisasikan oleh panitia, termasuk juga di media sosial, namun setelah dinilai dan dipertimbangkan dampak dari acara tersebut, memang tidak sesuai dengan agama islam, serta adat dan budaya falasafah Minangkabau “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”.
Dilanjutkan Rafdinal, pencabutan izin penyelenggaraan Color Run di kota Bukittinggi. didasarkan kepada adanya indikasi bahwa color run merupakan kegiatan yang mengandung unsur dukungan terhadap LGBT, dan dapat meresahkan warga Bukittinggi, itu terpantau dari berbagai tanggapan negatif yang muncul di media sosial.
Dia mengatakan, seharusnya acara yang digelar di Sumbar, acara yang dapat membangun moral dan akhlak generasi muda, hal itu dikarenakan selaras dengan filosofis adat Minangkabau yaitu Adat Basandi Syarak (ABS)-Syarak Basandi Khitabullah (SBK).
Sebelumnya, Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar, Sayuti Datuak Rajo Panghulu menyebut sangat prihatin mendengar informasi, belasan ribu warga Sumbar merupakan penganut seks menyimpang.
"Yang akan mendatangkan keturunan itu adalah, saat perempuan kawin dengan lelaki. Tapi, kalau yang kawin itu perempuan dengan perempuan, atau lelaki dengan lelaki, tidak akan menghasilkan keturunan. Pewaris kita akan semakin berkurang. Kalau pewaris berkurang, adat minangkabau tidak akan bisa diterapkan. Itu sama dengan bencana," papar Sayuti
Pemberantasan perilaku seks menyimpang seperti LGBT, butuh keseriusan gubernur sebagai kepala daerah untuk menanganinya.
Tak perlu menunggu adanya Perda, jika gubernur sungguh-sungguh mengatasi ini kita yakin tingginya angka LGBT di Sumbar bisa diatasi.
"Kita berharap lembaga keagaaman dan lembaga adat seperti LKAAM, Bundo kanduang dan MUI juga bisa menyuarakan untuk memerangi LGBT, "(Publikasi03)