Ranperda Tentang Penyelenggaraan Ketahanan Keluarga Bakal Tekan Angka Perceraian

PADANG,- Racangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang penyelenggaraan ketahanan keluarga yang tengah dibahas oleh Komisi V DPRD Sumbar, terus diperdalam. Ranperda ini akan terfokus dalam menekan angka perceraian di Sumbar.

Hal tersebut terungkap, saat Komisi V DPRD Sumbar melakukan rapat dengar pendapat dengan Dinas Pemberdayaan  Perempuan dan Perlindungan Anak, Selasa ( 21/8)di Gedung DPRD Sumbar.

“ Tidak hanya perceraian, hal lain yang akan diakomodir dalam muatan Ranperda ini diantaranya adalah, tentang penyelahgunaan narkoba serta aktivitas Lebian Gay Bisexsual Transgender (LGBT), "ujar ketua tim pembahas Aristo Munandar pada rapat tersebut.

Menurutnya, semua hal tersebut dapat diatasi,  jika pendidikan yang diberikan keluarga dapat diserap optimal. 

Dia mengatakan, pendidikan yang diberikan dari keluarga merupakan hal strategis dalam melahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkulitas. Oleh sebab itu,  keluarga harmonis harus dibangun. Sehingga, dapat menekan angka percerai yang saat ini masih marak di Sumbar.

Sementara itu sekertaris tim pembahas Rahayu Purwasih, mengatakan komisi v telah melakukan beberapa tahapan dalam pembahsan Ranperda. 

Bebrapa waktu lalu mitra kerja memberikan rekomendasi agar nama Ranperda tidak Penyelenggaran ketahanan keluarga , melainkan Pembangunan ketahanan keluarga. 

Proses ini telah mencapai 80 persen sehingga pada tahun ini dapat disahkan bersama penyelenggara pemerintah daerah.

 

“ Kita terus mematangkan muatan Ranperda hingga nanti dapat mengakomodir hal yang akan diatur,” ujar politisi PKS.

Sementara  itu Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Sumatera Barat, Ratnawilis, menjabarkan dari tahun 2016, lebih dari 7000 pasangan suami-istri (Pasutri) bercerai di Sumatera Barat. Uniknya, 70 persen dari pasangan yang bercerai itu adalah gugat cerai, yang berarti pihak perempuan yang minta cerai, dan 30 persen dari itu baru jatuh talak.

Hal itu yang artinya perempuan itu kini sekarang sudah tidak seperti perempuan dulu lagi. Memang banyak faktor yang membuat seperti itu, seperti pengamalan agama, ekonomi, adat istiadat yang mulai luntur.

“ Berangkat dari hal itu , kita harus melahirkan regulasi yang dapat menekan angka tersebut, sehingga upaya untuk menciptakan keluarga yang harmonis dapat diwujutkan,” ujarnya.(Publikasi 03)