Guru Kebudayaan Sampaikan Kerisauan ke DPRD Sumbar

PADANG – Sejumlah guru ilmu budaya dari berbagai sekolah di Sumatera Barat, Rabu (15/11) menyampaikan kerisauan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat. Guru mata pelajaran Budaya Alam Minangkabau (BAM) ini meminta kejelasan terhadap kedudukan mata pelajaran BAM sebagai muatan lokal yang tidak memiliki kejelasan dengan diterapkannya kurikulum 2013.

Dengan penerapan kurikulum 2013, mata pelajaran BAM sebagai muatan lokal tidak memiliki kedudukan sebagai muatan lokal khusus yang berdiri sendiri. Ilmu kebudayaan dimasukkan dalam kelompok seni dan budaya.

Roni, salah seorang guru kepada Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat yang menerima kedatangan mereka menyampaikan, dengan ketidakjelasan kedudukan mata pelajaran tersebut berpengaruh terhadap status mereka, mulai dari jatah jam pelajaran sampai kepada tunjangan sertifikasi.

Menurutnya, guru mata pelajaran BAM berlatar belakang pendidikan sastra daerah pada disiplin ilmu kebudayaan Minangkabau. Dia menilai tidak tepat jika ilmu budaya dimasukkan satu kelompok dengan kesenian.

“Kalau mau diintegrasikan pada mata pelajaran lain, BAM lebih tepat masuk dalam kelompok Bahasa bukan dengan kesenian karena guru BAM berlatar belakang sastra daerah,” ujarnya.

Pada bidang kesenian, lanjutnya, terdiri dari banyak unsur seperti seni tari, musik dan sebagainya yang tentu saja tidak dikuasai oleh guru ilmu budaya. Sehingga, sejak diberlakukannya kurikulum 2013, keberadaan guru BAM di daerah yang sudah menerapkannya sudah tidak jelas.

Rana Erita, guru BAM di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Pariaman dalam pertemuan itu mengungkapkan, sejak mata pelajaran BAM ditiadakan dia medapat tugas mengajar Bahasa Indonesia. Namun, hingga kini dia tidak bisa mendapatkan sertifikasi dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia karena ijazahnya tidak liner.

Keresahan ini tidak saja datang dari guru-guru mata pelajaran BAM, tetapi juga datang dari perguruan tinggi. Ketua Jurusan Sastra Minangkabau Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas, Pramono, menyatakan, kurikulum 2013 menjadi ancaman bagi lulusannya.

Para guru BAM yang datang untuk mengadukan nasib tersebut berharap DPRD Provinsi Sumatera Barat dapat mencarikan solusi terhadap persoalan yang tengah mereka hadapi. Guru-guru berharap mata pelajaran BAM menjadi mata pelajaran muatan lokal khusus yang berdiri sendiri.

Ketua Komisi V DPRD Provinsi Sumatera Barat, Hidayat menyatakan akan membicarakan hal itu dengan pemerintah provinsi untuk mencari solusi. Pihaknya akan mengkaji lebih mendalam persoalan tersebut sehingga dapat mengambil langkah tepat.

Hidayat menyatakan sepakat dengan para guru untuk mempertahankan mata pelajaran BAM sebagai muatan lokal dalam sistim pendidikan. BAM merupakan salah satu langkah pembentukan karakter generasi muda serta upaya mempertahankan kebudayaan daerah.

Amora Lubis, anggota Komisi V DPRD Provinsi Sumatera Barat menambahkan, keluhan atau kerisauan yang disampaikan para guru mata pelajaran BAM akan menjadi perhatian Komisi V. Dia juga menyatakan mendukung untuk mempertahankan mata pelajaran BAM dalam kurikulum pendidikan. (pmc/publikasi 01)