Finalisasi Ranperda ZWPPK, Nelayan Minta Zona Penangkapan Ikan Dipertegas

PADANG - Nelayan di Sumatera Barat meminta Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil (ZWPPK) memuat batasan yang tegas terhadap zonasi wilayah penangkapan ikan. Hal itu agar tidak terjadi kerancuan peruntukan wilayah perairan untuk kepentingan konservasi dan pariwisata dengan wilayah penangkapan yang bisa dimanfaatkan oleh nelayan.

Hal itu mengemuka dalam diskusi antara Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat bersama dinas terkait dengan perwakilan dari perhimpunan nelayan, Selasa (31/10). Herman, Ketua Himpunan Nelayan Kota Padang mengungkapkan, pengaturan zonasi tersebut harus dipertegas agar tidak terjadi gesekan.

"Kami meminta aturan zonasi yang jelas dan tegas, mana yang merupakan wilayah penangkapan, wilayah konservasi dan mana wilayah yang menjadi zona pariwisata sehingga tidak menimbulkan kerancuan," katanya.

Dia mengkhawatirkan, kalau zonasi tersebut tidak memuat penegasan, nantinya malah akan merugikan nelayan. Ketidaktahuan mengenai wilayah yang diizinkan dan dimana yang tidak diizinkan, bisa membuat nelayan terjebak ke dalam persoalan hukum.

"Kalau pengaturan zonasinya tidak jelas, nantinya nelayan yang sedang menangkap ikan malah kena tangkap karena ternyata menangkap ikan di zona terlarang melakukan penangkapan ikan," ujarnya.

Diskusi sebagai rapat dengar pendapat antara nelayan dan tim pembahas Ranperda ZWPPK DPRD Provinsi Sumatera Barat tersebut adalah dalam rangka finalisasi pembahasan Ranperda tersebut. Pembahasan Ranperda ini diserahkan kepada Komisi II.

Ketua Komisi II DPRD Provinsi Sumatera Barat Yuliarman menjelaskan, rapat tersebut bertujuan untuk melakukan penyempurnaan terhadap Ranperda ZWPPK sehingga bisa mengakomodir kepentingan seluruh pihak. Lahirnya peraturan daerah sebagai implementasi dari pelaksanaan aturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

"Penyempurnaan ini dimaksudkan agar regulasi yang dilahirkan tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi namun diupayakan agar tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat," terangnya.

Ranperda ZWPPK, lanjutnya, sangat berkaitan langsung dengan kehidupan dan perekonomian masyarakat di wilayah pesisir pantai terutama bagi nelayan. Ranperda tersebut harus bisa mengokomodir kepentingan masyarakat nelayan.

"Untuk itu, pembahasannya dilakukan dengan melibatkan lintas sektoral, detail dan seksama sehingga kepentingan masyarakat bisa terakomodir serta menunjang perekonomian," tambahnya.

Dia menyebutkan, Ranperda ZWPPK ditargetkan tuntas pada masa sidang ketiga tahun 2017 ini. Masukan dan saran dari berbagai pihak akan dijadikan pertimbangan bagi DPRD dalam melakukan pembahasan sehingga Ranperda yang dilahirkan nantinya membawa dampak positif terhadap pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Seperti diketahui, dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2016 tentang Kewenangan Pemerintah Daerah, maka pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi kewenangan provinsi. Ranperda ZWPPK yang tengah dibahas merupakan payung hukum bagi pengelolaan dan pemanfaatan perairan dan pulau-pulau kecil di dalam wilayah Sumatera Barat.

Kepala

Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sumatera Barat Yosmeri menyatakan, hal-hal yang dimuat dalam Ranperda ZWPPK antara lain pembagian zonasi wilayah pesisir dan pulau kecil, tatacara serta pengurusan izin pengelolaan dan pemanfaatannya.

"Ranperda ini berkaitan dengan regulasi atau payung hukum pengelolaan dan perizinan pemanfaatan sehingga pembahasannya perlu dilakukan secara mendalam dan detail," terangnya.

Provinsi Sumatera Barat memiliki wilayah perairan seluas 186.500 kilometer persegi dengan panjang garis pantai 1.973,25 kilometer. Wilayah perairan tersebut berada di tujuh daerah kabupaten dan kota mulai dari Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Padang, Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam dan Pasaman Barat serta Kabupaten Kepulauan Mentawai. (pmc/publikasi)