AGAM - Kunjungan Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat ke sejumlah Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan (SMA dan SMK) menemukan berbagai macam permasalahan. Mulai dari kekurangan tenaga pengajar hingga kerusakan sarana prasarana belajar mengajar.
Di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Lubuk Basung Kabupaten Agam, anggota dewan melihat kondisi dimana jumlah guru honor jauh lebih banyak dari guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dari 100 tenaga pengajar di sekolah ini, 65 orang diantaranya adalah tenaga honorer.
"Tenaga honorer ini hanya mampu dibayar Rp30 ribu per jam mengajar," ungkap Kepala SMKN 2 Lubuk Basung, Sulhatman saat menerima kunjungan Komisi V DPRD Provinsi Sumatera Barat, Jumat (7/7) lalu.
Dia menambahkan, sekolah tersebut berdiri di atas lahan seluas 1 hektare untuk bangunan dan ruang praktek. Sedangkan lahan seluas 6 hektare lagi dimanfaatkan untuk lahan pertanian milik sekolah.
Ketua Komisi V DPRD Provinsi Sumatera Barat Hidayat dalam kunjungan tersebut menegaskan, DPRD terus meninjau SMA dan SMK, seiring pengalihan kewenangan ke pemerintah provinsi sejak Januari tahun 2017. Peninjauan tersebut dilakukan untuk menelusuri kondisi seluruh SMA dan SMK yang ada di Sumatera Barat sehingga diketahui kelemahan dan kekurangannya untuk diatasi bersama.
"Beralihnya kewenangan ini menjadi sebuah pekerjaan besar yang harus segera mendapatkan penyelesaian," kata Hidayat.
Selain ke SMKN 2 Lubuk Basung Kabupaten Agam, Komisi V DPRD Provinsi Sumatera Barat juga meninjau kondisi SMAN 1 Kinali Kabupaten Pasaman Barat. Sekolah ini memiliki 81 tenaga pengajar diantaranya 45 orang guru PNS, 26 orang guru non PNS dan 10 orang Pegawai Tidak Tetap (PTT).
Kondisi yang paling menonjol di SMAN 1 Kinali adalah adanya dua ruang kegiatan belajar (RKB) yang rusak dan tidak layak digunakan. DPRD meminta pihak sekolah untuk menginventarisir seluruh sarana prasarana sekolah secara rinci dan sesuai kondisi riil untuk dilaporkan ke Dinas Pendidikan Provinsi. *Publikasi/01