LKPD Sumbar Tahun 2016 Kembali Raih Opini WTP

Penyerahan LHP BPK RI atas Laporan Keuangan pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat tahun 2016 dalam rapat paripurna istimewa DPRD, Senin (22/5).

PADANG - Pemerintah Provinsi Sumatera Barat kembali mendapatan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Opini WTP tersebut diperoleh atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2016. Meski demikian, BPK masih menemukan sejumlah permasalahan.

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas LKPD Sumatera Barat tersebut disampaikan dalam rapat paripurna istimewa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat, Senin (22/5). Opini WTP ini merupakan kelima kalinya secara berturut-turut bagi Sumatera Barat.

Anggota V BPK RI Isma Yatun, dalam pidato penyampaian LHP tersebut menjelaskan, berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah sesuai dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), BPK berpendapat LKPD Provinsi Sumatera Barat telah menyajikan secaara wajar untuk seluruh aspek material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

"Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, BPK menyatakan pendapat WTP atas LKPD Provinsi Sumatera Barat tahun 2016," katanya.

Dia menambahkan, pemeriksaan telah dilakukan BPK RI terhadap LKPD Provinsi Sumatera Barat tahun 2016, termasuk implementasi atas rencana aksi yang telah dilaksanakan. Prestasi tersebut, diharapkan mejadi momentum untuk lebih mendorong terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah.

"Hal ini perlu kami beri apresiasi kepada gubernur dan jajarannya atas komitmen tinggi dalam menyusun laporan keuangan berbasis akrual yang akuntabel dan transparan," lanjutnya.

Meski demikian, Isma menegaskan, pemeriksaan keuangan tidak dimaksudkan untuk mengungkapkan adanya penyimpangan (fraud) dalam pengelolaan keuangan. Tanpe mengurangi keberhasilan yang telah dicapai, BPK masih menemukan beberapa permasalahan yang perlu mendapat perhatian.

Diantara temuan tersebut, menurutnya adalah pada Sistim Pengendalian Intern (SPI) dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Temuan SPI antara lain menyangkut pengendalian atas pertanggungjawaban belanja Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tujuh Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) serta pertanggungjawaban belanja Alat Tulis Kantor (ATK) pada 11 OPD.

"Sementara temuan pemeriksaan menyangkut kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan diantaranya kelebihan pembayaran atas pengadaan barang dan jasa serta terdapat barang inventaris dikuasai oleh yang tidak berhak," terangnya.

Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno menyatakan, ada 30 temuan dalam LHP BPK RI atas LKPD Provinsi Sumatera Barat tahun 2016. Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai 50 temuan.

"Ada beberapa item seperti masalah ATK, BBM dan Detail Engineering Design (DED), semua ini akan diselesaikan sesuai waktu yang diberikan," kata Irwan.

Dia menjelaskan, salah satu contoh temuan adalah DED. Penyusunan DED konstruksi jalan dan jembatan tersebut perlu dilakukan untuk mendapatkan program pemerintah pusat.

"Ada program konstruksi jalan dan jembatan yang mensyaratkan adanya DED ketika diajukan proposal. Jadi DED disusun dulu sehingga ketika mengajukan proposal bisa langsung dilampirkan," ujarnya.

Diakui, tidak semua DED yang telah dibuat bisa direalisasikan masuk dalam program pembangunan pusat untuk daerah. Namun, penyusunan DED membutuhkan waktu lama, minimal tiga bulan sehingga harus dipersiapkan terlebih dulu.

"Jadi seperti "gambling" karena tidak semua bisa direalisasikan. Yang penting harus ada DED dulu sehingga ketika ada program bisa langsung dilampirkan," tambahnya.

Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat Arkadius Datuak Intan Bano membuka rapat paripurna istimewa penyampaian LHP BPK atas LKPD Provinsi Sumatera Barat tahun 2016 menyatakan, DPRD sangat mendorong keberhasilan pencapaian WTP tersebut.

"Namun demikian, keberhasilan tatakelola keuangan tidak semata-mata ditunjukkan dari opini WTP tetapi juga dilihat dari sejauhmana pemerintah daerah telah menindaklanjuti semua rekomendasi terhadap LKPD tersebut, termasuk rekomendasi perbaikan yang diberikan oleh DPRD," tegasnya.

Dalam konteks pelaksanaan fungsi pengawasan, Arkadius menyatakan, DPRD akan melakukan pengawasan dan monitoring terhadap pelaksanaan tindaklanjut yang dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai ketentuan yang berlaku. Tindaklanjut dari rekomendasi BPK tersebut harus dilakukan dalam waktu selambat-lambatnya 60 hari setelah LHP diterima.

Dia juga mengingatkan, LHP BPK bisa menjadi dasar penyidikan oleh pejabat penyidik. Untuk itu, ia berharap agar waktu yang disediakan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemerintah daerah untuk memberikan jawaban atau penjelasan terhadap hal-hal yang perlu ditanggapi dan dijelaskan lebih lanjut atas rekomendasi tersebut. *Publikas/01