Pemprov Sumbar Kembali Ajukan Ranperda Nagari ke DPRD

PADANG - Setelah sempat dikembalikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Pemerintah Provinsi Sumatera Barat kembali mengajukan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Nagari ke DPRD. Ranperda tersebut merupakan tindaklanjut dari pelaksanaan UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. 

Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat Hendra Irwan Rahim dalam sambutan pembuka rapat paripurna penyampaian Nota Pengantar Ranperda Nagari, Rabu (5/4) menyatakan, berbicara pemerintahan nagari, tidak saja mengenai masalah pemerintahan administrasi tetapi juga harus mengakomodir nagari sebagai kesatuan adat. Ranperda ini sebelumnya sudah dilakukan pembahasan di DPRD namun dikembalikan kepada pemerintah daerah untuk disempurnakan.

"Mengingat dalam tata tertib DPRD, Ranperda yang tidak mendapatkan kesepakatan bersama pemerintah daerah dan DPRD tidak bisa diajukan pada masa sidang yang sama, maka Ranperda Nagari yang sudah dibahas pada tahun 2016 dan dikembalikan baru bisa diajukan kembali pada masa sidang tahun 2017 ini," kata Hendra.

Dia berharap, Ranperda yang diajukan kembali tersebut sudah mengalami penyempurnaan yang relevan dengan sistim pemerintahan terendah di Sumatera Barat.

Dalam penyampaian Nota Pengantar Ranperda Nagari tersebut, Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit menjelaskan, lahirnya UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa memberi peluang kepada daerah untuk membentuk pemerintahan terendah setingkat desa berdasarkan adat istiadat.

"Lahirnya aturan ini memberi peluang kepada daerah untuk membentuk pemerintahan desa berdasarkan adat istiadat dan bagi Sumatera Barat sendiri menjadi peluang untuk memfungsikan kembali sistim pemerintahan nagari menurut "Adat Salingka Nagari"," terang Nasrul Abit.

Dia menyebutkan, dicabutnya dua UU yaitu UU nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, mendahului semangat konstitusional dalam mengakui dan menghormati masyarakat hukum adat. Hal ini sekaligus membuka peluang bagi daerah untuk membentuk pemerintahan daerah yang tidak harus seragam.

"UU nomor 22 tahun 1999 menjadi dasar bagi Provinsi Sumatera Barat membentuk Perda nomor 9 tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari," paparnya.

Selanjutnya, dengan lahirnya UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Perda nomor 9 tahun 2000 juga disesuaikan dengan lahirnya Perda nomor 2 tahun 2007. Perda ini mengamanatkan pembentukan nagari di kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Barat, kecuali Kabupaten Kepulauan Mentawai.

"Namun dalam penyelenggaraannya masih sama dengan desa dimana urusan administrasi pemerintahan masih terpisah dengan urusan adat yang secara yuridis menjadi hambatan untuk kembali ke Nagari,"lanjutnya.

Dia menambahkan, Nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat di Sumatera Barat memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai penyelenggara pemerintahan berdasarkan hukum adat sebagaimana dimaksud dalam UU nomor 6 tahun 2014. Pasal yang mengatur pemerintahan desa adat dalam UU tersebut adalah pasal 109.

Maksud dari Ranperda Nagari, lanjutnya, adalah sebagai payung bagi pemerintah kabupaten dan kota dalam pembentukan nagari sebagai penyelenggara pemerintahan berdasarkan hukum adat. Tujuannya, agar terbentuk Nagari sebagai kesatuan hukum adat yang secara geneologis dan historis memiliki batas-batas dalam wilayah tertentu, memiliki harta kekayaan sendiri, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat.

Sementara itu, Kepulauan Mentawai memiliki pasal aturan tersendiri di dalam Ranperda Nagari. Hal ini, karena Kepulauan Mentawai menggunakan sistim pemerintahan desa dengan nama desa adat sebagai pemerintahan terendah.

"Khusus untuk Kepulauan Mentawai memiliki aturan sendiri yang diakomodir di dalam Ranperda Nagari karena penyebutkan pemerintahan terendah di kabupaten tersebut adalah pemerintahan desa," terangnya.

Ruang lingkup yang dirancang untuk diatur dalam Perda Nagari antara lain susunan kelembagaan nagari, pengisian jabatan serta masa jabatan kapalo (kepala) nagari. Ranperda tersebut terdiri dari 5 BAB dan 18 Pasal yang antara lain memuat ketentuan umum, kelembagaan nagari, ketentuan lain-lain dan ketentuan peralihan. *Publikasi.