Nagari Harus Memiliki Batas Wilayah yang Jelas

Kunjungan Kerja Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat selama dua hari ke Kabupaten Pesisir Selatan, Kamis dan Jumat (12 dan 13 Mei 2016) mendapatkan banyak hal yang mesti diselesaikan. Kunjungan ini bertujuan untuk mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan nagari sebagai pemerintahan terendah dan dalam kaitannya sebagai bahan kajian dalam persiapan pembahasan ulang Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Nagari.

Kunjungan Komisi I DPRD Provinsi Sumatera Barat ke Kabupaten Pesisir Selatan dititikkan di dua kecamatan yaitu Kecamatan Lunang dan Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan. Dalam kunjungan itu, selain Ketua Komisi Aristo Munandar juga ikut anggota Komisi Mochklasin dan Syaiful Ardi didampingi dua orang tenaga ahli DPRD Rusdi Lubis dan Fachrul Rasyid.

Ketua Komisi I DPRD Provinsi Sumatera Barat Aristo Munandar menyebutkan, hal paling krusial yang diperoleh dalam kunjungan tersebut adalah masalah batas wilayah pemerintahan nagari. Seperti diketahui, Kabupaten Pesisir Selatan melakukan pemekaran pemerintahan nagari dan saat ini jumlah pemerintah nagari di daerah itu menjadi 182 nagari dari awalnya hanya 37 nagari.

"Secara umum, pemekaran nagari di Pesisir Selatan yang berjalan beberapa tahap sejak tahun 2010 hingga 2012 lalu sudah cukup baik. Pelaksanaan pemerintahan nagari pun sudah cukup baik. Namun hal penting yang harus segera dibenahi adalah masalah batas wilayah pemerintahan nagari," terangnya.

Aristo melihat, pemekaran nagari di Kabupaten Pesisir Selatan tidak diikuti dengan penegasan batas wilayah pemerintahan nagari yang jelas. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan persoalan di kemudian hari terutama bagi nagari di perbatasan kecamatan. Ia menyebutkan, dari hasil dialog dengan masyarakat di Kecamatan Lunang diperoleh informasi bahwa ada permasalahan batas wilayah Nagari Sindang Lunang dengan Nagari di Kecamatan Silaut. Sebelumnya, dua kecamatan ini adalah satu dengan dua nagari yaitu Nagari Lunang dan Nagari Silaut.

"Pada saat masih di satu kecamatan dengan dua nagari, ini tidak masalah namun ketika sudah terpisah dan menjadi dua kecamatan mulai muncul persoalan," ujarnya.

Membaca Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Selatan tentang Pemekaran Nagari, Aristo melihat ada yang kurang dari Perda tersebut yaitu mengenai patok batas wilayah kenagarian. Untuk itu, DPRD mengharapkan, Pemkab Pesisir Selatan secepatnya melakukan revisi terhadap Perda tersebut agar tidak menjadi persoalan.

"Masalah ini harus secepatnya diselesaikan oleh pemerintah kabupaten dengan mempertegas aturan mengenai batas wilayah agar tidak menimbulkan gesekan. Pemkab harus segera turun tangan menyelesaikan persoalannya dan merevisi regulasinya," jelasnya.

Secara kelembagaan, Komisi I akan mengajukan hal itu kepada pimpinan DPRD untuk menindaklanjuti melalui surat resmi DPRD kepada Pemkab Pesisir Selatan. Dia meminta Pemkab Pesisir Selatan untuk secepatnya mempertegas aturan batas wilayah nagari sehingga kemungkinan akan terjadinya persoalan di masyarakat dapat dihindari.

Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Lunang Kecamatan Lunang Abdul Karim Datuak Sindo Manjayo dalam diskusi dengan Komisi I DPRD Sumatera Barat mengungkapkan, persoalan perbatasan antara nagari Sindang Lunang dengan nagari di Kecamatan Silaut muncul karena adanya klaim lahan di perbatasan oleh Nagari Silaut. KAN Silaut memasang patok batas wilayah masuk ke dalam Nagari Sindang Lunang dan mengklaim wilayah itu masuk ke dalam Nagari Silaut.

"Sebetulnya ini hanya karena salah pemahaman saja namun yang kami harapkan adalah Pemkab turun tangan menyelesaikan persoalan ini agar tidak terjadi gesekan antara anak kemenakan kami di Lunang dan di Silaut," katanya.

Dia menyebutkan, patok batas tersebut masuk jauh ke dalam wilayah Nagari Sindang Lunang karena kesalahan pemahaman mengenai aturan pemekaran wilayah administrasi pemerintahan. Hal itu membawa kekhawatiran akan menimbulkan gesekan antar masyarakat sehingga pemerintah perlu secepatnya turun tangan.

Pemekaran Nagari di Kabupaten Pesisir Selatan dilakukan sebelum lahirnya UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemkab Pesisir Selatan Mawardi Roska menyebutkan, pemekaran hanyalah untuk wilayah pemerintahan administrasi tetapi tidak masuk kepada wilayah adat. Pemekaran dilakukan dalam rangka percepatan pembangunan daerah dan memperpendek rentang kendali wilayah pemerintahan dan mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. (www.padangmedia.com)