Pertajam Ranperda Perhutanan Sosial, DPRD Sumbar Stuban ke Jogja


JOGJAKARTA- Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat melakukan studi banding ke Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (16/10/2023). Studi banding tersebut untuk mempertajam muatan dan materi Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Perhutanan Sosial yang saat ini tengah dibahas oleh komisi bidang ekonomi tersebut.

Ketua Komisi II DPRD Provinsi Sumatera Barat Mochklasin menyebutkan, studi banding ke Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi DIY tersebut ditujukan untuk mencari masukan, mencari pembanding untuk penyempurnaan Ranperda Perhutanan Sosial yang sedang dibahas.  

"DPRD Sumbar melalui Komisi II sedang membahas Ranperda Perhutanan Sosial, untuk itu kami berupaya mencari masukan dan pembanding ke daerah lain agar Ranperda ini nantinya lebih tajam dan akomodatif terhadap berbagai persoalan terkait," katanya.

Menurut Mochklasin, Ranperda tersebut dibahas untuk menindaklanjuti keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) nomor 28 tahun 2023 tentang Perencanaan Terpadu Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 9 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial. Dua peraturan tersebut merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.

Dia menjelaskan, kegiatan perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat. Masyarakat mengelola hutan untuk meningkatkan kesejahteraan dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya.

"Hutan tersebut bisa dalam bentuk hutan Ddesa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat dan kemitraan kehutanan," kata Mochlasin.

Lebih jauh menurut Mochklasin, Ranperda Perhutanan Sosial yang sedang dibahas merupakan inisiatif DPRD Provinsi Sumatera Barat melalui penggunaan hak usul prakarsa. Ranperda tersebut diharapkan dapat menjadi pendorong dalam rangka percepatan pengentasan kemiskinan melalui pemanfaatan hutan, sekaligus sebagai upaya pelestarian hutan dan keseimbangan lingkungan.

"Melalui regulasi ini, nantinya ada pola pemberdayaan hutan dengan tetap berpegang kepada aspek pelestarian. Ini memberikan kesempata kepada masyarakat untuk mengajukan hak pengelolaan hutan untuk dijadikan sumber penghasilan," ujarnya.

Dalam kesempatan menerima kunjungan Komisi II DPRD Provinsi Sumatera Barat itu, Kepla Bidang Planologi, Produksi, Perhutanan Sosial dan Penyuluhan Dinas LHK DI Jogjakarta Niken Aryati menyampaikan kelompok perhutanan sosial DIY dimulai pada tahun 2007 dengan terbitnya IUPHKm. Terdapat di dua kabupaten yaitu Kabupaten Gunungkidul dan Kulonprogo, dan tersebar di 12 kecamatan, terdiri dari 2 skema PS yaitu Hutan Kemasyaratan (HKm) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR).

Dalam pengelolaan hutan sosial, lanjut Niken, kelompok-kelompok masyarakat tersebut melakukan pengolahan dengan sistem tumpang sari. Dengan luas hamparan 20 ribu hektare lebih, telah memberikan hasil panen sekitar 9,7 ribu ton jagung, 20,3 ribu ton ketela, 1,7 ribu ton kacang, termasuk juga sekitar 614 ton komoditi padi dan sebagainya. 01