PADANG, Set DPRD---Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumbar menegaskan, bentuk pemerintahan terendah yang akan dipakai sebagai penerima dana desa tidaklah harus seragam. Bisa saja yang menerima dana desa ini adalah jorong atau nagari, tergantung keinginan masing-masing daerah.
Sekretaris Komisi I DPRD Sumbar Komi Caniago,SH mengatakan, keinginan setiap kabupaten/kota berbeda-beda, jadi tak bisa dipaksakan semua kabupaten/kota mesti memakai bentuk pemerintahan terendah yang sama. "Dari pertemuan yang telah dilakukan dengan kabupaten/kota, sebahagian setuju menjadikan nagari sebagai bentuk pemerintahan terendah," terang Komi Chaniago saat ditemui diruangannya, Rabu (24/2).
Sementara yang lain sebut Komi Chaniago, yang salah satunya Kabupaten Mentawai, menginginkan pemerintahan terendah yang mereka gunakan berbentuk desa (jorong). "Tak bisa dipaksakan harus seragam. Yang akan menerima dana desa bisa jorong bisa nagari tergantung keinginan masing-masing daerah," papar Komi Chaniago.
Ditambahkannya, hal tadi juga diperbolehkan oleh aturan yang terdapat dalam Undang-undang (UU) Desa. Yakninya, kabupaten/kota harus memilih salah satu akan memakai desa adat atau desa pemerintahan. Tentang ini DPRD juga telah meminta Pemprov agar mengakomodir apa yang jadi keinginan dari kabupaten/kota. Untuk selanjutnya dijadikan masukan dalam draft Ranperda nagari yang tengah diselesaikan Pemprov.
"Kita berharap penyusunan draft Ranperda Nagari yang tengah diselesaikan Pemprov juga bisa disegerakan," tutur Wakil Rakyat dari Fraksi PDI, PKB dan PBB ini.
Tak hanya itu, Komi juga menyebut, pihaknya menyambut baik pernyataan Kemendes yang mengatakan mendukung Sumbar menjadikan jorong sebagai pemerintahan terendah. Dengan kata lain yang akan menerima kucuran dana dana desa ke depan adalah jorong. Kendati demikian, pihaknya tak menampik kalau merealisasikan wacana ini bukan suatu hal yang mudah.
Selain terkendala dengan perbedaan pendapat yang ada antara kabupaten/kota serta tokoh masyarakat, sejumlah syarat lain juga belum mampu terpenuhi. Diantaranya sesuai UU No 6 tahun 2014 tentang desa dijelaskan, dalam pemekaran desa atau pemÂbentukan desa tradisional, jumÂlah kepala keluarga (kk) disyaÂratÂkan minimal 800 kk, dan jumlah penduduk minimal 4.000 jiwa. Sementara, jumlah penÂduduk yang ada pada satu jorong di Sumbar hanya sekitar 300-400 jiwa.
"DPRD tetap berterimakasih dengan apresiasi yang telah diberikan oleh Kemendes. Melalui dukungan tadi langkah-langkah lain yang mungkin akan diambil Sumbar untuk memperjuangkan dana desa ke pusat akan lebih mudah terwujud," ucap Komi Chaniago.
Sementara itu Ketua Komisi I DPRD Sumbar, Aristo Munandar membenarkan, wacana menjadikan jorong sebagai pemerintahan terendah akan sulit dilaksanakan dalam waktu dekat. Sebab, jika ingin melakukan itu, Sumbar mesti mendata ulang setiap joÂrong yang ada. Kemudian mesti dicari cara agar jorong yang diajukan bisa memenuhi syarat atau ketetapan undang-undang.
"Untuk memenuhi syarat yang 4.000 jiwa tadi , bisa saja dua jorong dilebur menjadi satu, atau dicari cara yang lain. Namun dalam mrealisasikannya tentu akan membutuhkan waktu," kata Aristo.
Dijelaskan Aristo, menyangkut minimnya dana desa yang diterima jika pemerintah terendah yang akan dipakai Sumbar adalah nagari, jalan keluar lain masih terus diupayakan. Salah satunya DPRD telah meminta pada anggota DPD dan DPR RI asal Sumbar agar dibantu memperjuangkan ini. Salah satunya mengusulkan pada pemerintah pusat agar Sumbar diberi kekhususan untuk penerimaan dana.
"Keinginan Sumbar agar bisa mendapat perlakuan khusus ini juga telah disampaikan secara langsung ke anggota DPD RI dan DPR RI yang tergabung dalam Kaukus Parlemen Sumbar di pusat. Sekarang komunikasi dengan Kaukus Parlemen Sumbar masih terus kita jalin. Kita berharap apa yang menjadi harapan tadi bisa diperjuangkan oleh mereka," pungkasnya. */Haluan