Masyarakat Mesti Mendapatkan Pengetahuan Pengurangan Resiko Bencana

PADANG, Set DPRD--- Masyarakat mesti mendapatkan pengetahuan pengurangan risiko bencana. Karenanya BPBD dan F-PRB diminta saling bersinergi menyampaikannya di tengah masyarakat. Hal ini sangat penting sekali mengingat Sumatera Barat merupakan daerah yang rawan akan bencana, baik yang datang dari laut, darat maupun udara.

"Seperti yang terjadi selama ini, Sumatera Barat selalu terjadi bencana alam, apakah itu gempa bumi, longsor, banjir dan sebagainya. Dan yang paling terakhir adalah bencana kabut asap kiriman yang berasal dari provinsi tetangga," terang Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sumbar Rafdinal, SH saat acara Coffee Morning dengan Forum Pengurangan Resiko Bencana (FFPRB) Sumbar dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar, Jum'at (4/12) lalu di Gedung DPRD Sumbar.

Anggota Komisi IV lainnya, Yulfitni menyebutkan jika ada persoalan dalam anggaran, pasti akan dibantu diperjuangkan oleh DPRD. "Kami siap memberikan penganggaran dalam program pengurangan risiko bencana ini, dengan syarat ada program jelas yang akan dijalankan," tandasnya.

Koordinator FPRB Sumbar Khalid Syaifullah meneyebutkan, Sumbar adalah daerah etalase bencana, dari hasil penelitian terkait kebencanaan, di Indonesia ada 13 jenis ancaman bencana, 12 jenis di antaranya dimiliki oleh Sumbar. "Tak hanya gempa dan tsunami, namun banjir, longsor dan bencana lainnya adalah ancaman besar untuk Sumbar," ucap Khalid.

Dikatakan Khalid, sejumlah kabupaten kota seperti Pasaman Barat, Pasaman, Agam, Pariaman, Padangpariaman, Padang, Pesisir Selatan dan Mentawai adalah daerah yang mesti jadi perhatian dengan status rawan bencananya.

"Pengurangan resiko bencana dibeberapa daerah tersebut adalah harga mati yang mesti dilakukan, sayangnya sejauh ini penanggulangan bencana ini masih pada kategori penanganan saat bencana terjadi. Setelah ada kejadian baru dilakukan tanggap darurat," papar Khalid.

Untuk mengurangi risiko bencana ini lanjut Khalid, banyak lembaga di Sumbar sebenarnya telah ada melakukan. Baik pemerintah maupun swasta. Namun sayangnya belum terkoordinir.
Dia mencontohkan, ketika ada pemasangan petunjuk jalur evakuasi. Dalam satu titik persimpangan terdapat sejumlah lembaga yang memasang tanda atau rambu jalur evakuasi. Sementara arah evakuasi yang dipasang pada papan petunjuk adalah sama.

"Dengan kata lain, sering terjadi tumpang tindih. Andai saja ada kordinasi yang baik, tentu ada hal berbeda satu sama lain yang bisa dilakukan, dan itu akan bermanfaat untuk masyarakat," jelas Khalid.

Disisi lain, untuk lembaga pendidikan, sejauh ini belum ada payung hukum atau program yang dimasukkan untuk membangun kesiapsiagaan tentang bencana.  Padahal itu dinilai penting untuk mencegah jatuhnya banyak korban saat ada bencana.
"Kami berharap kekurangan yang masih ada tersebut menjadi perhatian oleh DPRD," pungkas Khalid.

Sementara itu, Kabid Kesiapsiagaan BPBD Sumbar  Rumainur menyebut, soal payung hukum atau Perda Penanggulangan Bencana, sesungguhnya itu telah dibuat pada tahun 2007 lalu. Tapi seiring waktu, ia berpendapat Perda mestinya memang direvisi. 
Pasalnya hal-hal yang berkaitan dengan situasi sekarang perlu dimasukkan dalam Perda, agar bisa menyesuaikan dengan keadaan yang ada.

"Salah satunya, jumlah penduduk di Sumbar terus bertambah, dalam pengurangan risiko bencana, hal itu tentu mesti juga diperhitungkan," katanya.
Disebutkan, terkait pengurangan risiko bencana seperti menyediakan shelter dan tempat evakuasi sementara, BPBD Sumbar telah melakukannya dengan menggandeng pihak swasta.

Misalnya, hotel dan bangunan milik swasta diminta agar bisa menjadi tempat evakuasi sementara. "Hal ini sudah terwujud karena sejumlah hotel telah menyatakan kesiapan untuk jadi tempat evakuasi sementara," tutur. Rumainur. */Haluan