PADANG, - Konflik lahan yang terjadi antara masyarakat Korong Kampung Surau, KeÂcamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya dengan perusahaan perkebunan, PT Bina Pratama Sakato Jaya mendapat perhatian serius Dewan PerÂwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumbar.
Saat kunjungan kerja (kunker) Komisi I ke Kabupaten Dharmasraya, Jumat (23/10) terungkap, sengeketa lahan antara masyarakat dengan PT Bina Pratama Sakato Jaya diduga masyarakat kehilangan tanah ulayat hingga 1.000 hektare lebih. Hal itu terjadi karena luas lahan yang tertera dalam izin Hak Guna Usaha (HGU) dengan yang dimanÂfaatkan perusahaan lebih banyak.
Ketua Komisi I DPRD SumÂbar, Marlis mengatakan, PT Bina Pratama sebagai yang membuat perjanjian dengan masyarakat diduga juga tidak menepati keÂsepakatan.
"Menindaklanjuti masalah itu, kami mengumpulkan fakta-fakta," kata Marlis didampingi Anggota Komisi I DPRD SumÂbar, Komi Caniago, Novi YuÂliasni, dan Ahmad Rius.
Salah salah seorang tokoh masyarakat Kampung Surau, Kabupaten Dharmasraya, AnÂwar di hadapan rombongan KoÂmisi I, dan Pj Bupati DhaÂrÂmasraya Syafrizal Ucok, meÂnyebutkan, dalam perjanjian Hak Guna Usaha (HGU) yang diÂmiÂÂliki PT Bina Pratama Sakato JaÂya, tanah yang diizinkan untuk diÂÂpakai hanya sekitar 1.000 hekÂtare.
"Namun, setelah kami lakuÂkan pengukuran, kenyataannya luas lahan yang dimanfaatkan oleh PT Bina Pratama ini menÂcapai 2.000 hektare lebih. Kami jelas-jelas sangat dirugikan deÂngan ini, ini adalah tanah ulayat yang merupakan milik kaum, dan kami akan terus perjuangkan," kata Anwar.
Disebutkan Anwar lagi, seÂlain ada kebohongan dari pihak perusahaan tentang luas tanah yang dimanfaatkan, masyarakat juga merasa ditipu dengan perÂjanjian yang dibuat.
Perjanjian yang dilakukan pada tahun 1999 lalu, dalam kesepakatan disebutkan, maÂsyarakat akan diberikan perÂkebunan plasma oleh pengelola dengan luas 700 hektare. Namun realisasi hanya setengahnya, sementara sisanya didiamkan saja.
"Tak hanya itu, sebahagian perkebunan plasma yang telah diberikan tersebut juga sangat tidak layak. Tidak bisa mengÂhasilkan sesuai harapan," tutur Anwar kesal.
Kemudian, tambahnya, tinÂdaÂkan lain PT Pratama Sakato Jaya dinilai berbuat sekendak hati atas perpanjangan perjanjian.
Pada perjanjian awal atau periode pertama, HGU yang diberikan sampai tahun 2035. Namun, belum habis periode pertama, pada tahun 2005 lalu, perjanjian tersebut telah diÂperpanjang sendiri sampai tahun 2094. Ini dilakukan, tanpa dibÂiÂcarakan terlebih dahulu dengan ninik mamak setempat. Namun, katanya, karena masyarakat tak punya kekuatan untuk melawan, hal tersebut akhirnya terus berÂlangsung.
Apa yang disampaikan oleh Anwar, senada juga dengan tokoh masyarakat Kampung Surau yang lain, Sudirman. Ia menyebut, selain tidak menepati keseÂpaÂkatan awal, PT Bina Pratama juga banyak menyisakan persoalan di kampungnya. Di antaranya, KamÂpung Surau dan wilayah sekitarnya terkena dampak limÂbah perkebunan.
Menanggapi ini, Marlis meÂngatakan, kedatangan ia dan rombongan hari itu ke KaÂbuÂpaten Dharmasraya adalah benÂtuk keÂpriÂÂhatinan atas banÂyakÂnya kasus senÂgketa lahan yang terjadi antara masyarakat dengan peruÂsahaan.
Persoalan yang sama juga terjadi di daerah lain, seperti Pasaman, Solok Selatan, KaÂbupaten Pessel, Agam.
"Hampir setiap bulan kami selalu menerima laporan terkait kasus serupa. Ini menjadi perÂhatian bagi kami, karena, selain merugikan masyarakat ini juga sangat merugikan negara," ungkap Marlis.
Kelebihan luas lahan yang tak sesuai dengan HGU seÂharusnyadibayarkan oleh peruÂsahaan bersangkutan pada peÂmerintah dalam bentuk pajak. Namun karena, ada fakta luas tanah yang disembunyikan, uang yang seharusnya masuk ke negara tak bisa ditarik penerimaannya.
" Kami akan mengajukan pada pimpinan agar peÂnyeÂleÂsaiaan masalah ini, dibentuk Pansus," pungkas Marlis.
Di lain pihak, Pj Bupati KaÂbupaten Dharmasraya, Syafrizal Ucok menyebut persoalan ini juga telah mendapat perhatian khusus oleh pihaknya. Untuk ini, kata Syafrizal, daerah telah memÂbentuk tim yang diberi nama tim 9, guna menyelidiki dan meÂnyelesaikan masalah itu.
" Untuk mengetahui secara pasti beberapa kelebihan tanah masyarakat yang disebut telah dimanfaatkan oleh PT Bina Sakato Jaya, tahun 2016 menÂdatang kami akan anggarkan sebesat Rp1 miliar untuk biaya pengukuran," tandas Syafrizal.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mencatat sepanÂjang 2013 sampai 2015, tercatat terjadi ribuan kasus tanah. Dalam hal ini, luas lahan yang diperÂsengketakan mencapai 3.110,2 hektare, dengan masyarakat yang dirugikan mencapai 3.374 orang. (harianhaluan.com)