DPRD Gelar Seminar Publik Ranperda Tata Kelola Komoditi Unggulan Perkebunan

Sumbar punya potensi empat komoditas unggulan perkebunan yang amat besar pasar ekspornya, yakni gambir, karet, kakao dan kelapa sawit. Sayangnya saat ini komoditas unggulan itu makin susah berkembang, petaninya pun sering mengalami kesulitan ekonomi.  Keempat potensi komoditas ini perlu diselamatkan karena mampu menjadi penyokong perekonomian Sumbar. \\\"Contohnya gambir. Kebutuhan gambir dunia ini 80 persennya dari Sumbar. Tapi petaninya banyak yang kesusahan hidup. Jika dibiarkan maka minat menanam gambir akan makin hilang,\\\"  ujar Dekan Fakultas Pertanian Unand, Indra Dwipa, Rabu (11/1) saat menjadi salah satu narasumber dalam seminar publik penyusunan rancangan peraturan daerah (ranperda) tentang tata kelola komoditas unggulan perkebunan Sumbar di gedung DPRD Sumbar.  Lalu kakao, dulu Jusuf Kalla saat menjabat Wakil Presiden RI mencanangkan sumbar sebagai sentra kakao pada Tahun 2006.  Indonesia bahkan menjadi produsen kakao terbesar di Indonesia.  Namun, menurut dia, kondisi kakao Sumbar saat ini justru luas perkebunannya makin berkurang. Kebun yang ada bahkan banyak terlantar. Hal yang kurang lebih sama juga terjadi pada karet dan kelapa sawit.  Indra memaparkan ada sejumlah permasalahan umum yang terjadi pada sektor perkebunan Sumbar, ini terjadi pula pada komoditas unggulan yang harusnya mendapatkan perhatian lebih.  Beberapa permasalahan yakni rendahnya harga jual di tingkat petani, harga dikendalikan tengkulak, alur tata niaga yang panjang, belum adanya regulasi untuk beberapa tanaman perkebunan di Sumbar, minimnya penyuluhan sektor perkebunan dan tidak adanya dinas khusus perkebunan yang bisa lebih berfokus pada sektor ini.  \\\"Perlu ada jaminan harga untuk pembelian komoditas ini dari petani. Perlu ada pula regulasi yang mengatur tata niaga dan roadmap yang jelas dalam pengembangan komoditi tersebut,\\\" paparnya. Sejumlah asosiasi petani komoditas perkebunan juga hadir dalam seminar tersebut. Mereka kurang lebih mengatakan hal yang sama. Yakni persoalan rendahnya harga jual petani dan harga ditentukan tengkulak hal ini menyebabkan minat menanam komoditas tersebut makin tergerus.  \\\"Tengkulak yang tentukan harga. Mereka beli dari petani murah, lalu tengkulak menjual lagi dengan harga mahal, bahkan dalam dolar,\\\" ujar salah perwakilan asosiasi.  Ada permasalahan lain yakni kurangnya pengetahuan dan penyuluhan pada petani terkait bagaimana bisa memproduksi hasil perkebunan dengan jumlah banyak dan berkualitas. Terkadang masalah petani Sumbar adalah kualitas yang buruk, padahal sebenarnya bisa lebih bagus dan dihargai lebih tinggi.  Wakil Ketua DPRD Sumbar, Suwirpen Suib saat membuka seminar publik penyusunan ranperda komoditi unggulan tersebut mengatakan komisi II DPRD memang bertujuan ranperda tersebut bisa menjadi regulasi atau payung hukum untuk lebih menata pengelolaan komoditas unggulan perkebunan. Dengan begitu diharapkan komoditas-komoditas tersebut akan makin maju dan berkembang. \\\"Kita berharap, dengan optimalisasi sektor perkebunan maka kesejahteraan petani akan meningkat, begitu juga dengan perekonomian Sumbar,\\\" ujarnya.  Suwirpen memaparkan ada sejumlah tujuan yang diharapkan tercapai dengan pembentukan ranperda tersebut, yakni meningkatkan kualitas bersaing setiap komoditi unggulan di pasar domestik maupun global, meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat, menyelaraskan hubungan antara produsen dan perusahaan komoditas, menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, meningkatkan kemampuan dan kapasitas produsen.  Kemudian menjamin kelangsungan usaha di bidang perkebunan dan memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya usaha terkait komoditas unggulan.  Ketua pansus penyusunan ranperda ini, Bakri Bakar mengatakan seminar tersebut diselenggarakan demi menghimpun banyaknya data dan masukan untuk memastikan ranperda tersebut sesuai dengan kebutuhan lapangan. Sehingga regulasi tersebut bisa mencapai tujuan yakni mengembangkan komoditas unggulan dan produsennya.  \\\"Kita undang banyak narasumber yakni dari kementerian pertanian, kementerian perdagangan, akademisi, pelaku perkebunan yaitu asosiasi asosiasi produsen atau petani, OPD kabupaten kota dan banyak pihak lain,\\\" ujarnya.  Menurut dia, sejauh ini tahapan pembahasan dan penyusunan ranperda tersebut masih berjalan.  Ranperda tata kelola komoditi unggulan perkebunan sudah melewati proses peninjauan lapangan, konsultasi ke kementerian pertanian dan perdagangan serta telah pula dilakukan studi banding ke Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat yang memiliki tata kelola komoditas unggulan bagus.  Dalam waktu dekat Komisi II juga akan melakukan studi banding ke Provinsi Jambi yang telah menetapkan perda tata niaga komoditi unggulan.  \\\"Dengan menghimpun segala masukan dan informasi dari berbagai pihak ini kami harapkan ranperda ini selesai pada Tahun 2023 dan bisa segera diterapkan di Sumbar,\\\" ujarnya.(04)