BALI,- Untuk memperdalam hal-hal yang akan diatur dalam muatan rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang tanah ulayat, Komisi I DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) studi banding ke Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (DPMA) Provinsi Bali, Selasa (13/12).
Ketua tim pembahas Ranperda tentang tanah ulayat Desrio Putra mengatakan , masukan yang diterima dari DPMA Bali akan menjadi referensi tim untuk melahirkan peraturan daerah (Perda) yang mampu mengakomodir persoalan tanah ulayat, tentunya berkaitan dengan keberadaan masyarakat adat.
DPMA Bali merupakan OPD yang menangani persoalan-persoalan desa adat di Bali.
“ Dalam Undang-Undang Desa, pemerintahan terendah yaitu desa dan desa adat, namun penerapannya di Bali. Desa adat menjadi satu kesatuan dengan desa dinas,” katanya.
Dia mengatakan, pembiayaan desa adat berasal dari APBD Bali dan APBD Kabupaten/Kota, hal tersebut teretuang dalam Perda Nomor 4 tahun 2019.
Jumlah desa adat di bawah kewenangan Provinsi Bali sebanyak 1400, begitupun di kabupaten/kota jumlahnya juga bervariasi . Untuk sarana penunjang pengurusan desa adat seperti kantor mayoritas dibantu melalui dana CSR perusahaan, kecuali di Kabupaten Giayar, dibangin melalui APBD setempat. Meski memiliki cangkupan tugas yang luas DPMA Provinsi Bali tidak memiliki struktural dan UPTD di kabupaten/kota, hal itu menjadi sedikit kendala dalam optimalisasi kinerja. Sementara untuk tanah yang tersedia di Bali ada yang milik pemerintah provinsi, desa adat dan perorangan.
“ Jadi mayoritas tanah adat di Bali dikerjasamakan pada pihak ketiga tanpa Hak Guna Banganunan dan Hak Guna Usaha. Jika tahan adat diperlukan untuk kepentingan umum, maka akan dilepas melalui upacara adat,”katanya.
Dia mengatakan ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian dalam pembahasan Ranperda Tanah Ulayat, yaitu jangan ada konflik kepentingan terkait kewenangan antara pemerintah provinsi melalui desa adat dengan pemerintah daerah kabupaten/kota , begitupun perseorangan.
Selanjutnya, DPMA sebagai OPD khusus harus memiliki korelasi dengan dengan aturan pemerintah pusat untuk memudahkan koordinasi, nantinya APBD Sumbar harus dialokasikan untuk pemberdayaan desa adat, sehingga menjadi hal yang diperlukan oleh pemangku kepentingan selingkar adat.
Begitupun dengan pembangunan sarana penunjang operasional pengurus desa adat, hal ini harus ada koordinasi dengan perusahaan perusahaan dengan menggaet dana CSR. Begitupun peran pemerintah provinsi yang harus mengakomodir tanah adat untuk dikerjasamakan kepada pihak ketiga.
Sementara itu Sekretaris DPMA Bali Made Arbawe mengatakan, semoga apa yang didapatkan dari Provinsi Bali dalam pengelolaan desa adat bisa bermanfaat dalam penyusunan n Ranperda Tanah Ulayat yang dibahas Komisi I DPRD Sumbar, sehingga bisa berdampak positif bagi pembangunan daerah.
Dalam pertemuan tersebut dihadiri oleh mayoritas anggota Komisi I DPRD Sumbar, diantaranya Ketua Komisi Sawal, Wakil Ketua Komisi Maigus Nasir dan Hendra Irwan Rahim