LBH Desak DPRD Sumbar Bentuk Pansus Sengketa Lahan

PADANG – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk penyelesaian sengketa tanah yang terjadi di Sumatera Barat. LBH menilai,  sepanjang 2013 sampai 2015 telah terjadi konflik tanah berdimensi vertikal dan masyarakat menjadi korban.

Koordinator Divisi Bantuan Hukum LBH Padang, Indira Suryani bersama Koordiv Sipil dan Politik, Wendra saat mendampingi aksi unjuk rasa warga korban sengketa tanah ke gedung DPRD Provinsi Sumatera Barat, Selasa (22/9) menjelaskan, berdasarkan catatan LBH Padang dari 2013 sampai 2015, perampasan hak atas tanah berdimensi vertikal semakin merajalela.

“Dampaknya sebanyak 3.374 petani menjadi korban perampasan lahan, mengalami intimidasi, kehilangan tempat berladang, kehilangan mata pencarian dan lain sebagainya. Akumulasi lahan yang dirampas (berkonflik) mencapai 3.110,2 hektar,” kata Indira.

Perampasan lahan itu tersebar di Kabupaten Dharmasraya, Agam, Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Solok. Seperti design yang terencana, pola dan modus konflik selalu melibatkan aktor pelaku yang sama, antara lain perusahaan bermodal besar, disokong oleh pemerintah yang pro investasi dan kadang melibatkan kekuatan militer.

“Dengan dalih berbagai macam, mereka merampas lahan petani dan masyarakat atas nama pembangunan untuk kepentingan umum atau mengusir masyarakat dari tanah peladangan karena pemerintah bersikukuh bahwa itu adalah tanah negara bekas ex erpacht verbounding,” ujarnya.

Indira merinci, di Kabupaten Dharmasraya tanah yang berkonflik seluas 1.100 hektar, di daerah Batukangkung dan Lubuk Besar, 550 hektar di Nagari Salareh Aia Kabupaten Agam, 26,5 hektar di Bungus, 11,7 hektar di kawasan By Pass dan 22 hektar di Kelurahan Bungo Pasang Kota Padang. Kemudian 1.400 hektar lahan di daerah Kecamatan Lunang Silaut Kabupaten Pesisir Selatan.

LBH dan masyarakat korban yang mengadu ke DPRD Provinsi Sumatera Barat menuntut pembatalan terhadap Hak Guna Usaha (HGU) PT TKA yang terjadi di Batukangkung Lubuk Besar Kabupaten Dharmasraya dan mengembalikan tanah garapan kepada penggarap dan tanah ulayat kepada penguasa ulayat Ninik Siga Jantan. Tuntutan untuk persoalan di Salareh Aia Kabupaten Agam, pembatalan terhadap HGU PT PPR di atas tanah ulayat Datuak Garang, Datuak Jelo dan Datuak Bando Rajo. Sedangkan di Kecamatan Lunang Silaut Kabupaten Pesisir Selatan, masyarakat menuntut pembatalan terhadap HGU PT Sukses Jaya Wood di atas tanah ulayat nagari Silaut.

Untuk kasus di Bungo Pasang, masyarakat menuntut agar BPN memperjelas status tanah warga di RT 03 RW 13 Kelurahan Bungo Pasang yang diklaim TNI AU dan meminta hentikan teror terhadap warga. Sedangkan untuk kawasan By Pass, masyarakat menuntut untuk menghentikan penggusuran dan pembangunan jalan 2 by pass jalur 40 dan ganti rugi terhadap tanah yang tidak berhasil konsolidasi tahun 1989.

Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat Muzli M Nur, Syaiful Ardi dan Nofi Juliasni menyambut kedatangan warga dan berjanji akan membahas persoalan tersebut. Muzli M Nur menyatakan, DPRD akan memperjuangkan setiap aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat dan menindaklanjutinya sesuai aturan.

“Kedatangan masyarakat ke DPRD menyampaikan aspirasi sudah tepat dan kami di DPRD akan membahas persoalan ini sesuai aturan,” kata Muzli.

Ia meminta masyarakat untuk melengkapi bukti-bukti terhadap aspirasi tersebut untuk menguatkan DPRD dalam mendalami persoalan yang terjadi. Tanpa didukung bukti, DPRD juga akan kesulitan untuk membahas dan mendalami persoalan sesungguhnya.

Aksi unjuk rasa yang dihadiri oleh puluhan warga perwakilan dari beberapa daerah yang menjadi korban konflik lahan tersebut terpantau berlangsung tertib. Setelah menyampaikan aspirasi dan ditanggapi oleh anggota dewan, warga kemudian membubarkan diri. (padangmedia.com)