Komisi II DPRD Sumbar belum lama ini melaksanakan studi komparatif (studi banding) ke Provinsi Riau. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan tujuan, mempelajari upaya dan strategi Pemprov Riau meningkatkan produktivitas sektor perikanan, termasuk dari sisi pengolahan hingga pemasaran.
Studi komparatif ini juga dilaksanakan untuk melihat cara Riau dalam penanganan hutan Mangrove di daerah tersebut.
Ketua Komisi II DPRD Sumbar, Mochklasin mengatakan, dari kunjungan Komisi II tersebut bisa diambil sejumlah poin penting. Diantaranya, diketahui Provinsi Riau selalu memfasilitasi bantuan alat tangkap dan kapal angkut ikan secara rutin tiap tahunnya untuk nelayan di sana. Bantuan ini bersumber dari Pemprov dan dari Pokir Anggota DPRD.
Kemudian, Pemprov Riau melakukan MoU atau kerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota yang masing-masingnya memiliki produk unggulan dalam sektor perikanan. Untuk hal ini, Riau menggunakan pendekatan One Village One Product (OVOP) dalam pengembangan sektor perikanannya.
Melalui konsep yang dijalankan tersebut, setiap kabupaten/kota di Provinsi Riau fokus atau memiliki hal yang spesifik dalam mengembangkan produk perikanan mereka. Diantaranya, ada yang fokus mengembangkan tambak udang, kepiting, patin, nila dan yang lainnya.
Sementara itu, terkait produk olahan, terasi yang diproduksi Riau telah dipasarkan ke daerah Jawa dalam jumlah yang cukup besar.
Masih dalam rangka menjaga produktivitas perikanan ini, Riau melakukan pengawasan ketat terhadap adanya pencurian ikan di daerah tersebut.
“Kasus pencurian ikan di Riau ini cukup tinggi. Hal itu banyak juga dilakukan oleh kapal-kapal dari negara tetangga, seperti dari Thailand, Cina, Filipina dan yang lainnya. Saat ditangkap, kapal-kapal tersebut disita, dan dijadikan milik Riau untuk dilelang. Sementara ABK nya dideportasi,” katanya.
Lebih lanjut, kata dia, Riau melarang keras penggunaan alat tangkap berbahaya yang merusak lingkungan. Pukat harimau, bahan peledak, semuanya dilarang di sana.
“Berkaitan perizinan, dilakukan penataan terhadap perizinan sesuai kewenangan,” ujarnya.
Berangkat dari apa yang dijalankan Riau dalam mengelola sektor perikanannya tadi, menurut dia, Sumbar bisa belajar dari Riau. Dengan potensi perikanan yang tidak sebesar Sumbar, daerah itu bisa mengoptimalkan pengelolaan sektor perikanannya.
Melihat potensi dan produksi perikanan Sumbar yang jauh lebih unggul dari Riau, ia berharap ke depan Pemprov Sumbar juga semakin lebih mengoptimalkan pengelolaan sektor ini.
Mochklasin menambahkan, dari sisi penanganan hutan Mangrove, Sumbar dinilai juga bisa mencontoh ke Riau. Penanaman hutan mangrove atau bakau di Provinsi Riau dilakukan dalam bentuk swakelola dengan kelompok masyarakat. Melalui pola swakelola dengan masyarakat tersebut, penanganan hutan Mangoreve di daerah itu menjadi aman dari pelanggaran hukum.