Hadiri peringatan 100 tahun Nahdatoen Nisaijah (Nahdah) , Ketua DPRD Sumbar Supardi mendorong pondok pesantren (Ponpes) perempuan tertua itu lebih berkembang di masa sekarang.
Berkembang yang ditegaskan Supardi adalah, jangan hanya terikat nilai-nilai sejarah dan rangkulah tokoh potensial setempat dalam struktur kepengurusan yayasan.
“ Nahdah merupakan Ponpes tertua Di Sumbar yang terletak Di Jorong Padang Japang, Nagari VII koto Talago,Kecamatan Guguak, Kabupaten Limapuluhkota. Dulunya mengusung konsep pembelajaran terbuka dengan masyarakat sekitar, sehingga banyak tokoh-tokoh hebat lahir dan andil dalam mencapai kemerdekaan dari tempat ini ,” Kata Supardi pada hari peringatan tersebut, Sabtu (5/3/2022)
Dijelaskan Supardi, para pendiri Nahdah, juga mendirikan Ponpes laki-laki yang bernama Darul Funun El-Abbasiyah, secara sejarah, para ulama-ulama Sumbar telah meletakan pondasi pendidikan pesantren disini, dengan pola kedaerahan budaya Minangkabau.
Seiring berjalannya waktu, nilai-nilai yang ditanamkan oleh pendiri bergeser, karena Nahdah dan Darul funun sekarang lebih tertutup dan cenderung seperti Ponpes di Pulau Jawa.
“ Khusus Darul Funun di masa lalu, para santri laki-laki diinapkan di rumah masyarakat setempat, hal itu menumbuhkan nilai-nilai sosial melalui proses interaksi, pikiran kritis pun tumbuh dan sukses melahirkan tokoh-tokoh hebat,” katanya.
Dia mengungkapkan, dua tahun lalu Ponpes Nahdah dan Darul Funun telah dibantu sebesar Rp 500 juta melalui dana APBN yang diupayakan oleh Anggota DPR-RI Fraksi Gerindra Ade Rizki, bantuan tersebut dicairkan untuk menunjang kepentingan pendidikan para santri.
Namun setelah bantuan dikucurkan, ada persoalan administrasi yang belum dilengkapi, sehingga bantuan berikutnya dengan nilai Rp 1 miliar gagal direalisasikan.
Terkait perkembangan pendidikan Ponpes di Sumbar saat ini, lanjut Supardi pada acara itu, sudah jarang melahirkan tokoh-tokoh besar yang memiliki pengaruh.
Sesuai dengan Budaya Minang , pola Ponpes Sumbar yang dirintis oleh para ulama- lebih terbuka untuk masyarakat sekitar, santri bisa belajar dari sisi apapun.
“ Hal itu cocok dengan budaya Minang untuk menumbuhkan pemikiran kritis,” katanya.
Salah satu faktor yang disinyalir kenapa Ponpes Sumbar tidak signifikan lagi adalah, karena mengadopsi pola pembelajaran Ponpes di Pulau Jawa. lebih tertutup dan tidak terbuka untuk masyarakat. Secara pendidikan itu tidak cocok, dan sangat berbeda dengan Sumbar.
“Secara budaya perkembangan Ponpes Sumbar dan Jawa sangat berbeda, itu dipengaruhi oleh banyak hal salah satunya pemikiran-pemikiran,” katanya.
Dia mengungkapkan, pola Ponpes yang dirintis oleh pendahulu Di Sumbar melahirkan banyak tokoh seperti, Buya Hamka ataupun M Natsir.
Usai memberikan, sambutan pada 100 tahun Nahdah, Ketua DPRD Sumbar Supardi meninjau langsung asrama putri Darul Funnun EL Abbasyah, pada kesempatan tersebut Supardi melihat struktur bangunan yang masih meninggalkan ciri khas lama, dia minta itu tetap dipertahankan jika dilakukan renovasi.
Sementara itu pengurus Yayasan Nahdah Chandrawita, menyatakan dalam peringatan 100 tahun Nahdah, pengurus mengadakan berbagai macam perlombaan yang diikuti siswa siswi tingkat TK, perlombaan tersebut terlaksana berkat kolaborasi bersama masyarakat sekitar.
Dia mengakui keberadaan Ponpes Nahdah dan Darul Funun tidak seperti dahulu lagi, namun masih bertahan hingga sekarang dalam melanjutkan program-program sosial keagamaan, khususnya untuk masyarakat Padang Japang.
“ Kita masih eksis dalam membantu anak-anak yatim, mendirikan MDA serta, menjalankan program pendidikan keagamaan bagi masyarakat sekitar,” katanya .
Dia mengatakan, dari peringatan 100 tahun Nahdah, pihaknya bertekad untuk melahirkan generasi mudah yang taat akan agama Islam dan tidak mudah terpengaruh oleh kemajuan globalisasi . yayasan ini telah ada turun temurun, namun kita baru saja melakukan pembaruan pengurus. (03)