Pengabdian Tak Berbatas, Nasib Bidan PTT Tak Jelas

Nasib bidan dengan status Pegawai Tidak Tetap (PTT) masih tak jelas meskipun mereka mengabdikan diri tanpa batas. Bidan PTT ini sebagian besar bertugas di desa-desa dan menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat. Namun, perhatian pemerintah jauh lebih kecil dari besarnya tanggungjawab kemanusiaan yang mereka emban.

Sebanyak 55 orang bidan PTT mewakili hampir dua ribu-an orang bidan PTT se Sumatera Barat mengadukan nasib ke gedung dewan, Senin (16/3). Didampingi pengurus dari Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Sumatera Barat, mereka meminta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat ikut memperjuangkan nasib mereka.

Ketua Forum Komunikasi Bidan PTT Sumbar, Elfi Anggraeni menyampaikan, keberadaan bidan PTT diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 7 tahun 2013. Dalam Permenkes tersebut diatur Bidan PTT ditugaskan selama masa kontrak 3 tahun yang dapat diperpanjang untuk tiga kali masa kontrak atau 9 tahun.

"Yang menjadi persoalan bagi kami, setelah sembilan tahun mengabdi bagaimana nasib kami? Tidak ada kejelasan dan tidak pula ada harapan diangkat sebagai CPNS," tuturnya.

Menurut Elfi, jumlah bidan PTT di Sumbar saat ini sebanyak 1.926 orang dan merujuk kepada masa kontrak dalam Permenkes maka tahun ini akan ada 102 orang bidan PTT yang akan habis masa kontraknya pada Juni 2015 mendatang. Tahun lalu, empat orang bidan PTT sudah habis masa kontraknya namun berkat perjuangan di DPR RI, Menkes akhirnya mengeluarkan Surat Edaran sehingga mereka bisa aktif kembali.

Ia menyampaikan, melihat tugas yang sudah diemban para bidan PTT tersebut selama ini, sudah wajar rasanya pemerintah mengangkatnya sebagai CPNS atau CPNSD. Untuk bersaing melalui penerimaan CPNS jalur umum, tentu hanya sebagian dari mereka yang bisa lolos karena di samping tingkat persaingan juga mengingat tes masuk yang bersifat teori sudah tidak mereka dalami lagi.

"Mereka sudah mendalami ilmu kesehatan secara praktek dan sekian lama tidak mempelajari teori-teori mungkin saja kemampuan teori mereka tidak akan seperti mereka yang baru tamat kuliah," ujarnya.

Pengurus IBI Sumbar Hasnawati memperkuat, sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan tentu saja membutuhkan tenaga kesehatan yang sudah memiliki pengalaman lebih diutamakan. Lepas dari berbagai aturan, penanganan kesehatan masyarakat membutuhkan tenaga berpengalaman. Untuk itu, IBI sendiri, katanya lebih cenderung mendorong agar bidan PTT tersebut yang diangkat sebagai PNS.

"Kami lebih cenderung mendorong bidan PTT yang sudah memiliki pengalaman ini yang diangkat sebagai PNS. Lagipula, pengabdian mereka selama sembilan tahun bahkan di desa terpencil dengan perjuangan berat sangat patut dihargai selayaknya oleh pemerintah," ungkapnya.

Ketua DPRD Sumbar Hendra Irwan Rahim yang menyambut para bidan PTT bersama wakil ketua Arkadius Datuak Intan Bano dan Guspardi Gaus serta para ketua fraksi DPRD Sumbar sangat merespon aspirasi yang disampaikan. DPRD Sumbar secara kelembagaan akan segera menyurati Kementerian Kesehatan, Kementerian PAN dan RB serta Kementerian Keuangan untuk memperjuangkan aspirasi tersebut. Disamping itu, DPRD juga akan mengupayakan melalui Komisi IX DPR RI untuk mendesak kementerian terkait sehingga bidan PTT ini bisa mendapatkan kejelasan nasib.

"Aspirasi ini akan segera kami sikapi dengan menyurati kementerian terkait dan komisi IX DPR RI agar para bidan PTT bisa diangkat menjadi PNS melalui jalur khusus," kata Hendra.

Sementara, wakil ketua DPRD Sumbar Arkadius Datuak Intan Bano menambahkan, mengingat pengabdian dan beratnya tanggungjawab yang sudah diemban oleh para bidan PTT tersebut, sudah selayaknya diangkat menjadi PNS tanpa harus mengikuti prosedur penerimaan CPNS. Ia merasa aneh dengan kebijakan Menpan RB yang tidak memasukkan bidan PTT dalam pengangkatan pegawai tanpa melalui seleksi penerimaan CPNS secara umum.

"Ini aneh, sepertinya ada diskriminasi mengapa bidan PTT tidak bisa diangkat otomatis sementara dari pegawai lain bisa," katanya. (www.padangmedia.com)