g sesuai target, namun Ranperda Nagari masih perlu penambahan waktu karena masih banyak substansti yang mesti diakomodir dan disikapi dengan hati-hati," kata Hidayat.
DPRD Sumbar dalam masa sidang pertama tahun 2015 ini mengagendakan pembahasam terhadap lima Ranperda. Ranperda Nagari dibahas oleh Komisi I, Ketahanan Pangan oleh Komisi II, Retribusi jasa usaha oleh Komisi III dan Jasa konstruksi oleh Komisi IV serta Ranperda Disabilitas oleh Komisi V.
Diungkapkan, mestinya lima Ranperda tersebut sudah harus tuntas secara bersamaan pada akhir Maret mendatang, sesuai yang dijadwalkan oleh Badan Musyawarah. Namun, mengingat Ranperda Nagari sangat sensitif dan memerlukan kehati-hatian, maka pembahasannya membutuhkan waktu lebih lama. Perda Nagari nantinya akan menjadi payung hukum bagi Perda serupa di kabupaten dan kota.
" Ranperda Nagari sangat sensitif, memerlukan kehati-hatian sehingga kemungkinan membutuhkan waktu tambahan," ujarnya.
Kemungkinan akan terjadinya perpanjangan waktu terhadap pembahasan Ranperda nagari tersebut tidak dibantah oleh Pansus dari Komisi I. Amora Lubis, ketua Pansus Ranperda Nagari menuturkan, berbagai masukan dan saran dari banyak pihak sudah disampaikan kepada Pansus, baik dalam rapat dengar pendapat maupun pada saat kunjungan kerja ke kabupaten/ kota dan konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri.
" Masukan sudah cukup banyak, baik dari organisasi kemasyarakatan, lembaga adat, akademisi, pemerintaah kabupaten/ kota, juga dari konsultasi ke kemendagri. Semua masukan tersebut diterima untuk penyempurnaan dan dari masukan tersebut masih ada hal-hal yang perlu diperjelas," terangnya.
Diantara hal yang sangat krusial terkait Ranperda Nagari adalah belum sependapatnya ninik mamak dengan Tim Perumus Perda soal lembaga Kerapatan Adat Nagari (KAN). Mempedomani UU nomor 6 tahun 2014 tentang desa, nagari sebagai desa adat harus dioptimalkan sebagai penyelenggara pemerintahan. Dalam hal ini, KAN akan diposisikan sebagai Badan Legislatif nagari, namun ninik mamak mengisyaratkan adanya pemisahan antara pemerintahan adat dan pemerintahan administrasi.
" Perbedaan persepsi ini harus mendapatkan titik terang sehingga Perda yang dilahirkan nantinya dapat mengakomodir berbagai masukan dan pendapat tanpa melenceng dari UU. Pembahasan hal-hal krusial seperti ini tentu membutuhkan waktu yang cukup," katanya.
Disamping itu, masih ada beberapa hal yang juga perlu mendapat perhatian, agar apa yang diamanatkan UU tentang desa dapat diimplementasikan di dalam Perda nagari sekaligus mengakomodir masukan dari berbagai pihak.
Seperti sudah diberitakan sebelumnya, Provinsi Sumatera Barat memilih sistim pemerintahan terendahnya berdasarkan desa adat yang dinamakan nagari. Dengan demikian, maka pasal-pasal yang dipedomani dari UU nomor 6 tahun 2014 adalah pasal 96 sampai pasal 110 yang mengatur tentang sistim pemerintahan desa adat. (www.padangmedia.com)