PADANG- Pemerintah pusat mestinya meminta ganti rugi terhadap biaya yang ditimbulkan akibat ulah warga suatu negara yang menjadi imigran gelap ke wilayah Indonesia. Kedatangan imigran gelap membebani keuangan negara.
Usulan itu dilontarkan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat Arkadius Datuak Intan Bano.
Menurutnya, untuk mengurus imigran gelap membutuhkan biaya, sampai kepada proses mendeportasi mereka ke negara asal.
"Mestinya pemerintah tegas karena ini merugikan keuangan negara," kata Arkadius, Senin (16/2) dimintai komentarnya terkait penangkapan 26 imigran gelap asal Bangladesh beberapa hari lalu.
Diakui, imigran gelap merupakan permasalahan yang lumrah terjadi dan dialami hampir setiap negara. Setiap negara, tak terkecuali Indonesia, tentu sudah memiliki anggaran untuk menangani masalah ini.
Ia meminta ketegasan pemerintah untuk mendenda negara asal imigran gelap, untuk mengganti uang negara yang telah dikeluarkan untuk biaya para imigran gelap. Bahkan kalau perlu, imigran gelap ini tidak dipulangkan tetapi harus menjalani hukuman di Indonesia.
Masyarakat sendiri, kata Arkadius, hendaknya dapat berpartisipasi dalam mengawasi kemungkinan adanya imigran gelap yang mencoba memasuki wilayah Indonesia. Dengan demikian, masyarakat telah ikut membantu menyelamatkan uang negara dari beban yang ditimbulkan oleh kedatangan imigran gelap tersebut.
Terkait pentingnya peran seluruh elemen dalam melakukan pengawasan terhadap imigran gelap, ia mengingatkan, persoalan ini bukan masalah keuangan negara saja. Lebih dari itu, imigran gelap juga dikhawatirkan tersangkut perdagangan narkoba, terorisme, perdagangan manusia dan sebagainya.
Sumatera Barat, sebagai daerah perairan sangat rawan menjadi daerah perlintasan imigran gelap. Untuk itu, pengawasan laut dan perairan perlu diperketat. Masyarakat diminta untuk berperan aktif dalam pengawasan orang asing sehingga kasus imigran gelap tidak terjadi lagi. (www.padangmedia.com)