SIJUNJUNG- Meskipun perkebunan karet sangat luas di Kabupaten Sijunjung, tidak menjamin tingkat produksi komoditi tersebut juga besar. Kelemahan yang berdampak kepada rendahnya tingkat produksi adalah pohon karet yang disadap adalah pohon tua.
Sekretaris Dinas Tanaman Pangan dan Perkebunan Kabupaten Sijunjung Puji Basuki saat menerima kunjungan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat, Kamis (21/1) mengungkapkan hal tersebut. Mestinya perkebunan karet rakyat tersebut sudah waktunya diremajakan.
"Namun menjadi dilema karena kembali kepada biaya hidup sehari-hari," ujarnya.
Puji menambahkan, pola perkebunan karet rakyat di Sijunjung tidak ditanam secara teknis sesuai dengan teknologi perkebunan. Seperti pemilihan bibit, jarak tanam, pemeliharaan dan sebagainya.
"Bahkan ada pemiliknya yang sekarang tidak tahu kapan ditanam karena diwarisi dari orangtuanya," tukuknya.
Karena sudah berusia tua, tanaman karet pun tidak menghasilkan produksi yang maksimal. Namun, untuk melakukan peremajaan menjadi kendala karena menyangkut mata pencaharian sehari-hari. Karet baru bisa disadap ketika sudah berumur lima tahun sejak masa tanam.
Di samping masalah tanaman yang sudah tua, gejolak harga juga menjadi problema lain yang sering dihadapi masyarakat pekebun. Setahun terakhir, harga karet hanya berada pada kisaran Rp6.000 sampai Rp6.500 per kilogram.
Mendengar pemaparan tersebut, Sekretaris Komisi II DPRD Sumbar Iradatillah menyampaikan, agar dicarikan solusi bagaimana agar tanaman karet masyarakat tersebut bisa diremajakan. Penyadapan tanaman karet yang sudah tua tidak akan menghasilkan produksi yang maksimal.
"Ini harus dicarikan solusinya, bagaimana supaya masyarakat ini bisa meremajakan tanaman karet mereka," kata Iradatillah.
Pemerintah kabupaten Sijunjung, katanya, hendaknya bisa mengatasi persoalan tersebut. Jika terkendala anggaran, Pemkab bisa mengkordinasikan dengan dinas terkait di tingkat provinsi.
" DPRD nantinya akan berusaha maksimal untuk mendorong penganggarannya dalam rangka ikut membantu mengatasi persoalan," katanya.
Mengenai masalah harga, ia mengaku kondisi tersebut tidak bisa dihindari karena tidak bisa diintervensi, karena di Sijunjung tidak ada pabrik penampung sehingga. Jika di Sijunjung ada pabrik penampung, pasti harga bisa diintervensi.
Ketua Komisi II DPRD Sumbar Sabar. A. S menambahkan, kunjungan kerja ke daerah-daerah saat ini memang spesifik ditujukan untuk mengetahui persoalan yang dihadapi masyarakat pada sektor perkebunan dan kehutanan. Untuk itu, pemaparan yang disampaikan Pemkab Sijunjung terkait masalah perkebunan tersebut akan menjadi masukan untuk dikaji di tingkat provinsi.
"Ini menjadi masukan bagi DPRD dalam membahas masalah perkebunan nantinya di tingkat provinsi, baik masalah penganggaran, pembinaan dan penyuluhan serta solusi lainnya yang bisa dilakukan," kata Sabar.
Dari pemaparan oleh Pemkab Sijunjung melalui Sekretaris Dinas Tanaman Pangan dan Perkebunan Puji Basuki, luas perkebunan karet adalah 38 ribu hektar lebih dengan rata-rata produksi sekitar 1,8 ton per hektar. 60 Persen tanaman karet tersebut berumur tua dan mestinya sudah diremajakan. (www.padangmedia.com)