Enam puluh persen dari luas wilayah Kabupaten Sijunjung masih merupakan kawasan hutan lindung. Hanya empat puluh persen yang merupakan kawasan budidaya yang bisa dimanfaatkan. Pemerintah setempat masih berupaya mengeluarkan beberapa bagian lagi sehingga perbandingannya menjadi 50:50.
Hal itu terungkap saat kunjungan kerja Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat ke daerah tersebut, Kamis (22/1). Komisi II bersama wakil Ketua DPRD Sumbar Darmawi diterima Asisten I Setdakab Sijunjung beserta Kepala Dinas Kehutanan Khairal dan Sekretaris Dinas Ketahanan Pangan Sijunjung Puji Basuki.
Kadishut Kabupaten Sijunjung Khairal menjelaskan, masih ada beberapa kampung yang terpetakan masuk kawasan hutan seperti Padang Tarok, Tanjuang Kaliang dan lainnya. Kampung-kampung tersebut sudah dihuni oleh masyarakat sejak lama, jauh sebelum kampung mereka masuk ke dalam kawasan hutan lindung.
" Ini tengah diupayakan agar bisa keluar dari kawasan hutan. Diperkirakan luasnya mencapai 5 ribu hektar lebih," kata Khairal.
Total luas hutan di Sijunjung, kata Khairal, saat ini seluas lebih dari 168 ribu hektar. Namun, kelemahannya, hutan seluas itu hanya dijaga oleh delapan orang Polisi khusus kehutanan (polsus). Petugas Polsus itupun sudah tua.
" Ini kelemahan dalam soal penjagaan kawasan hutan. Untuk membantu, kita memberdayakan masyarakat," katanya.
Ia tidak memungkiri masih ada oknum masyarakat yang melakukan pembabatan hutan, namun kekurangan personil menjadi kendala di lapangan.
Sekretaris Komisi II DPRD Sumbar Iradatillah menyatakan, DPRD Sumbar menyokong dan mendorong upaya mengeluarkan kampung-kampung yang masuk dalam kawasan hutan. Namun, setelah kampung-kampung tersebut bisa dikeluarkan, harus ada tindaklanjut dalam hal pengawasan hutan di sekitarnya.
" Meski nanti dikeluarkan, masyarakat di kampung-kampuung tersebut harus menjaga kawasan hutan di sekitarnya. Ini harus menjadi perhatian bersama," katanya.
Terkait masih terjadinya perambahan hutan oleh oknum masyarakat, Wakil Ketua Komisi II DPRD Sumbar Apris menegaskan, harus ada solusi bagaimana agar masyarakat tidak lagi melakukan perambahan. Mereka harus dialihkan perhatiannya dengan aktifitas ekonomi lain agar tidak lagi merambah hutan.
" Alihkan perhatian dan pencaharian mereka dengan usaha lain sehingga tidak lagi menebang kayu," sarannya.(www.padangmedia.com)