Fraksi-fraksi DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) berikan pandangan terkait tiga rancangan peraturan daerah (Ranperda) yang diusulkan oleh pemerintah provinsi (Pemprov), baru-baru ini. Penyampaian pandangan fraksi tersebut, dilaksanakan melalui sidang paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Sumbar Irsyad Syafar.
Adapun
Ranperda yang diusulkan itu adalah Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
tahun 2023, Ranperda tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) Sumbar tahun 2025-2045 dan Ranperda tentang Perseroda
Penjaminan Kredit Daerah.
Wakil
Ketua DPRD Sumbar Irsyad Syafar mengatakan, sebelum fraksi-fraksi
menyampaikan pandangan umum, ada beberapa hal yang harus disampaikan
DPRD Sumbar secara kelembagaan untuk tiga ranperda.
Pertama
Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD tahun 2023, dari realisasi
pendapatan belanja dan pembiayaan daerah 2023, kinerja dalam
pengelolaan keuangan daerah belum maksimal.
Pada
aspek pendapatan daerah dari target sebesar Rp 6,476 triliun hanya
dapat direalisasikan sebesar Rp 6,263 triliun atau 96.76 persen. Artinya
masih kurang sebesar Rp 212 miliar dari target yang ditetapkan,
kekurangan penerimaan daerah dari pos pendapatan daerah tentu sangat
berdampak terhadap belanja daerah dan sisa anggaran (SILPA-red) 2023
yang nantinya untuk menutup
defisit APBD tahun 2024.
"Disamping
tidak tercapainya target pendapatan daerah, juga terdapat kondisi yang
anomali. Dimana penerimaan dari sektor pajak daerah yang bersumber dari
PKB dan BBNKB, justru lebih rendah dari penerimaan tahun 2022. Padahal
jumlah kendaraan bertambah dan laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2023
lebih tinggi dari tahun 2022," ungkapnya.
Selanjutnya,
dari aspek belanja daerah. Dari alokasi anggaran yang disediakan
sebesar Rp6,745 triliun dapat direalisasikan sebesar Rp 6,352 triliun
dengan sisa anggaran sebesar Rp392 miliar terkait dengan realisasi
belanja daerah tersebut terdapat tiga hal pokok yang perlu kita dalami
nanti.
Apakah sisa
belanja sebesar Rp 392 miliar tersebut, disebabkan oleh karena
efisiensi atau karena tidak terlaksananya kegiatan yang telah
direncanakan secara optimal.
Selanjutnya
sisa belanja pegawai masih cukup besar yaitu sebesar Rp 150 miliar
kondisi ini merupakan kejadian yang terus berulang dan tentu akan
berdampak terhadap percepatan pembangunan daerah, oleh karena cukup
banyak anggaran yang tidak digunakan.
Selanjutnya,
Alokasi belanja subsidi untuk kredit UMKM juga tidak bisa direalisasikan
dan ini sudah merupakan tahun ke dua anggaran tersebut, tidak bisa
dimanfaatkan untuk membantu sektor UMKM dan usaha kecil dan mikro. Hal
ini disebabkan keterlambatan Pemerintah Daerah dalam menyiapkan regulasi
untuk mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut.
Kedua, Ranperda RPJPD tahun 2025-2045
sesuai dengan tahapan penyusunan dan pembahasan,
DPRD bersama pemerintah daerah telah menyepakati Rancangan Awal (Ranwal)
RPJPD 2025-2045 yang akan menjadi acuan dalam penyusunan Ranperda
RPJPD.
Secara umum,
dalam Ranwal RPJPD tersebut telah disepakati visi misi dan kebijakan
sasaran pokok yang akan ditampung dalam RPJPD Provinsi Sumbar 2025-2045.
Namun perlu kita pahami bersama bahwa kebijakan dan sasaran pokok yang
terdapat dalam Ranwal masih perlu didalami kembali karena muatannya
sebagian besar ditentukan langsung oleh pemerintah.
"Berhubung
pembahasan Ranperda RPJPD dilakukan bersamaan dengan pembahasan
Ranperda RTRW, maka kami menyarankan untuk dilakukan kajian dan
pembahasan yang mendalam terkait dengan penyamaan periodesasi antara
RPJPD dengan RTRW Sumbar," katanya.
Selanjutnya,
Ranperda tentang Perusahaan Perseroan Daerah Penjaminan Kredit Daerah,
Ranperda tersebut sudah menjadi bagian dari Program Pembentukan
Peraturan Daerah tahun 2024 berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor:19/SB/Tahu 2023.
Rancangan Peraturan
Daerah tentang Perusahaan Perseroan Daerah Penjaminan Kredit Daerah
Sumbar diajukan oleh pemerintah daerah bertujuan memberikan jasa
penjaminan kredit kepada koperasi dan UMKM, memberikan sumbangan bagi
perkembangan ekonomi daerah khususnya mengurangi kemiskinan
pengangguran.
Berikut beberapa pandangan fraksi dari tiga Ranperda tersebut.
Terkait Ranperda RPJPD Fraksi Demokrat dengan juru bicara Nurnas mengatakan,
mengingat
keterbatasan potensi dan sumber daya alam yang dimiliki, Pemprov harus
mampu membangun komunikasi dengan pemerintahan pusat sehingga untuk
mendapatkan kue-kue pmbangunan baik program pemberdayaan maupun dalam
bentuk infrastruktur.
Selanjutnya apakah tidak
perlu disiapkan indikator kapatuhan pemamfaatan Ruang dalam RPJPD
2025-2045, karena musibah banjir yang sangat sering terjadi, akibat
ketidak patuhan pemamfaatan ruang, serta kerusakan lingkungan.
Fraksi Golkar tentang Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD tahun 2023 juru bicara Kobal menyoroti
realisasi
belanja yang cukup rendah yaitu (94,18 red-). Ada satu yang menggelitik
yaitu belanja tidak terduga yang untuk penanggulangan bencana alam
realisasinya hanya 0 persen.
Aapakah
selama tahun 2023 tersebut tidak ada terjadi bencana, dan apabila
dirunut hampir selalu bersisa setiap tahunnya sekitar 10 persen itu
adalah Belanja Pegawai.
"Dari
kondisi ini maka fraksi Partai Golkar berpandangan bahwa bajeting data
tentang jumlah pegawai belumlah valid atau ada unsur kesengajaan untuk
mencadangkan dana pada belanja pegawai tersebut," sebutnya.
Fraksi
PAN dengan juru bicara Daswanto tentang Ranperda Perseroan Daerah
Penjaminan Kredit Daerah Sumbar mengatakan, BUMD harus punya integritas
kuat untuk memperkokoh lajunya perekonomian dan kesejahteraan
masyarakat. Sehingga dapat berperan untuk pembangunan daerah secara
keseluruhannya sebagai resistensi positif membentuk bandan usaha milik
daerah.