DPRD Sumbar menyingung terkait pendapatan asli daerah (PAD) yang masih mengandalkan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Saat ini realisasi rata-rata setiap tahunnya di atas 105 %. Karena itu DPRD memberikan pandangan karena realisasi setiap tahun selalu di atas 105 %, tentu perlu didalami apakah karena target yang ditetapkan terlalu rendah.
Hal ini disampaikan Ketua DPRD Sumbar Supardi dalam rapat paripurna DPRD Sumbar dengan acara penyampaian pandangan umum fraksi terhadap Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Sumbar tahun 2022, Rabu, (14/6).
Supardi menyampaikan DARI Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun 2022 tersebut, secara umum pengelolaan APBD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2022 telah cukup baik. Sampai dengan akhir tahun 2022, dari aspek pendapatan daerah, dari target sebesar Rp 6.175.628.018.183,- dapat direalisasikan sebesar Rp 6.130.023.203.347,60 atau 99.26 % dengan rincian, realisasi PAD sebesar 101.07 %, pendapatan transfer sebesar 97.45 % dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah sebesar Rp. 109.90 %.
Sedangkan dari aspek belanja daerah, dari alokasi sebesar Rp 6.639.308.547.776,- dapat direalisasikan sebesar Rp 6.304.434.742.047,81 atau 94.96 %, dengan rincian, realisasi belanja operasional sebesar 95.26 %, belanja modal sebesar 89.41 %, belanja tidak terduga sebesar 1.22 % dan realisasi belanja transfer sebesar 99.95 %. Dari realisasi pendapatan dan belanja daerah tersebut, diperoleh SILPA sebesar Rp. 289.279.692.879,38.
Meskipun secara umum pengelolaan keuangan daerah telah cukup baik, namun masih terdapat beberapa catatan yang perlu menjadi perhatian dan perlu di dalami dalam pembahasannya, di antaranya sisa belanja pegawai cukup besar yaitu sebesar Rp. 108.651.102.865,- atau lebih kurang 6 % dari yang dialokasikan. Sisa belanja pegawai ini jauh di atas acres gaji sebesar 2.5 %. Perlu didalami, apakah besarnya sisa belanja pegawai ini disebabkan karena tidak akuratnya data kepegawaian sebagai basis menghitung besaran belanja pegawai atau karena realisasi yang rendah.
Alokasi belanja modal yang terkait dengan infrastruktur pelayanan publik yang dialokasikan baru sebesar Rp. 378.135.131.477,56 atau lebih kurang 6 % dari total belanja daerah. Alokasi ini jauh dari yang diamanatkan oleh UU Nomor 1 Tahun 2022, dimana untuk belanja infrasturktur pelayanan publik, dialokasikan secara bertahap sebesar 40 % dari total belanja daerah.
Silpa dari APBD Tahun 2022 hanya sebesar Rp 289.279.692.879,38,-. Sedangkan SILPA yang direncanakan untuk menutup devisit APBD Tahun 2023 adalah sebesar Rp. 350.000.000.000,-. Dengan demikian, pada Perubahan APBD Tahun 2023 nanti, perlu dicarikan tambahan pendapatan untuk menutup devisit APBD Tahun 2023. Ini tentu merupakan pekerjaan yang berat yang perlu kita lakukan pada pembahasan Perubahan APBD Tahun 2023 nanti.
Pelaksanaan agenda pengelolaan keuangan daerah, mulai dari tahap penyusunan, penyampaian kepada DPRD, pembahasan dan penetapannya, harus mengacu kepada tahapan dan penjadwalan yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019. Apabila tidak dilaksanakan sesuai dengan tahapan dan waktu yang telah ditetapkan, akan ada sanksi-sanksi yang harus diterima, baik oleh Pemerintah Daerah maupun oleh DPRD. Terkait dengan penyampaian Rancangan KUA-PPAS Tahun 2024, dimana penyampaiannya kepada DPRD paling lambat minggu kedua bulan Juli 2023, kiranya Pemerintah Daerah dapat memenuhi jadwal tersebut dengan menyampaikannya secara tepat waktu kepada DPR. “Ini perlu menjadi perhatian oleh pemerintah daerah,” katanya. (*)