Optimalkan Pengawas Sektor Ketenagakerjaan, Komisi II DPRD Sumbar Studi Komparatif Ke Jabar.

BANDUNG,-Untuk mengoptimalkan pengawasan sektor ketenagakerjaan dan penyelesaian sengketa hubungan industrial, Komisi II DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Studi Komparatif ke Provinsi Jawa Barat (Jabar),(3-5/4/2023). Pada pertemuan yang berlangsung di Gedung Sate Bandung tersebut, Komisi II DPRD Sumbar disambut kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Taufik Garsadi.

Terkait kunjungan itu Ketua DPRD Komsi II DPRD Sumbar Mochklasin mengatakan, secara kepadadatan penduduk Jabar sangat besar dari pada Sumbar, untuk Jabar mencapai 50 juta sementara Sumbar dikisaran lima juta, begitupun jumlah perusahaan yang beroperasi yang pada provinsi tersebut tentu lebih banyak dari pada Sumbar.

" Jadi fokus dalam diskusi dengan Dinaskentras, adalah optimal pengawasan sesuai dengan regulasi yang ada," katanya.

Anggota Komisi II DPRD Sumbar Bakri Bakar mengatakan, Jabar merupakan salah satu provinsi dengan angkatan kerja terbesar di Indonesia, bahkan jumlahnya mencapai 25,58 juta jiwa.

Puluhan juta orang tersebut merupakan tenaga terampil, namun demikian pemerintah provinsi (Pemprov) Jabar juga mengalami hal yang sama dengan Sumbar terkait hubungan industrial antara pengusaha dan tenaga kerja.

“ Hal yang mencolok adalah terkait Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Banyak para pengusaha nakal melakukan PHK dengan trik membuat para tenaga kerja tidak nyaman terlebih dahulu, sehingga berhenti sendiri," katanya

Dengan demikian, perusahaan pun diuntungkan dengan tidak  membayar pesangon. 

Terkait itu Pemprov Jabar siap mengakomodir hak-hak pekerja hingga ke  Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Dia mengatakan, perlindungan hak-hak tenaga kerja juga telah dituangkan melalui peraturan daerah (Perda), harusnya Sumbar juga melaksanakan ketentuan itu dengan optimal. 

Perda merupakan salah satu instrumen dan kekuatan penting dalam memperjuangan hak-hak masyarakat yang berjuang dalam dunia industri.

Dia juga meminta Pemprov Sumbar untuk memberikan pelayanan konkrit terkait dunia industri dan tenaga kerja, hal itu harus terangkum dalam suatu wadah digital, sehingga bisa diakses oleh seluruh kalangan, salah satunya pencari kerja.

 Dalam website itu juga tertera regulasi yang berkaitan dengan hak-hak tenaga kerja, bahkan data-data perusahaan yang ada di Jabar. Pola ini mestinya juga ada di Sumbar.

“ jadi dengan aplikasi tersebut, para tenaga kerja juga bisa melakukan pengaduan terkait perselisihan hubungan industrial, dari itu pihak dinas langsung menindaklanjuti,” katanya .

Sementara terkait penegakan sanksi dia mengatakan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi memberlakukan tindakan pemberhentian operasional perusahaan bahkan hingga pencabutan izin jika ada yang nakal-nakal.

“Persoalan industri dan ketenagakerjaan memang tidak mudah, perlu langkah-langkah strategis untuk mengambil tindakan, hal itu juga akan kembali pada dampak daerah, jadi perlu berdialog antara perusahaan, tenaga kerja dan dinas yang mengakomodir, sehingga kebijakan yang diambil bisa bijaksana,” katanya


Sementara itu Kepala Disnakertrans Jabar Taufik Garsadi mencatat sudah ada total 43.567 pekerja yang di-PHK sepanjang Januari hingga 29 September 2022. PHK tersebut menimpa 87 perusahaan di Jabar

Rinciannya, 26 perusahaan di Kabupaten Sukabumi yang PHK 12.188 pekerja, 18 perusahaan di Kabupaten Bogor yang PHK 14.720 pekerja dan 29 perusahaan di Kabupaten Purwakarta yang PHK 3.883 pekerja. 

0Kemudian 12 perusahaan di Kabupaten Subang yang PHK 9.626 pekerja, satu perusahaan di Kota Bogor yang PHK 150 pekerja dan satu perusahaan di Kabupaten Bandung yang PHK 3.000 pekerja.

Semenetara BPS mengklasifikasikan 23,45 juta warga Jabar yang bekerja didominasi dengan status sebagai buruh/karyawan/pegawai pada Agustus 2022 sebanyak 41,98 persen.

 Ada 3 lapangan pekerjaan yang paling banyak menyerap tenaga kerja, yaitu di bidang perdagangan besar dan eceran berupa reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor sebesar 23,19 persen, industri pengolahan sebesar 19,29 persen, serta pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 15,29 persen.