Bahas Sejumlah Isu Strategis, Ketua DPRD dan Gubernur Sumbar Adakan Pertemuan dengan Perantau Minang di Jakarta

Bahas sejumlah isu strategis untuk mengoptimalkan pembangunan daerah, Ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Supardi beserta Gubernur Sumbar Mahyeldi, adakan pertemuan dengan perantau Minang di Ibu Kota Jakarta, Selasa (24/5).

Pada pertemuan yang dilaksanakan di Hotel Balairung itu, dihadiri beberapa tokoh Sumbar, salah satunya mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Indonesia Gamawan Fauzi.

Banyak masukan yang terjaring dari pertemuan ini, tentunya akan menjadi acuan prioritas untuk mengoptimalkan pembangunan daerah dari seluruh aspek,” kata Supardi usai kegiatan tersebut.

Ketua DPRD Sumbar, Supardi saat memberikan sambutan dan pemikirannya pada acara pertemuan dengan perantau Minang di Hotel Balairung, Jakarta, Selasa, 24 Mei 2022

Dia mengatakan, perantau meminta pemerintah provinsi meningkatkan sinergisitas dengan kabupaten/kota untuk menyuksuseskan proyek pembangunan tol Padang-Pekanbaru. Dalam hal ini yang menjadi sorotan adalah masalah pembebasan lahan, jangan sampai ada lagi oknum-oknum yang memanfaatkan dana ganti rugi untuk dikorupsi.

“‘Kita berharap tidak terulang lagi, koordinasi Pemprov dan Kabupaten/Kota merupakan salah satu bentuk antisipasi,” katanya.

Tidak hanya perihal pembangunan, sektor pendidikan pun tidak luput dari pembahasan, pemerintah daerah harus memikirkan kembali bagaimana untuk meningkatkan kualitas pendidikan Sumbar yang sedikit menurut.

Dahulu daerah kita merupakan percontohan bagi daerah lain dalam hal pendidikan, namun sekarang banyak para pelajar memilih provinsi-provinsi tetangga untuk menuntut ilmu

“Dulunya daerah tetangga dibawah kita sekarang sudah diatas kita, tentunya dibutuhkan kinerja yang lebih optimal untuk mengembalikan itu kembali,” katanya.

 

<p style="\\\\&quot;text-align:" left;\\\\"=""> Dalam hal Pertumbuhan Ekonomi (PE) saat ini, lanjut Supardi, cenderung rendah dibandingkan rata-rata nasional. Pada tahun 2022-2023 diharapkan PE bisa mencapai lima persen, meski itu diluar RPJMD namun itulah yang Sumbar butuhkan. Dengan membaiknya PE maka akan berdampak pada tertekanya angka kemiskinan dan pengangguran.

Perlu kerja cerdas untuk ini, tidak hanya melibatkan pemerintah daerah dan DPRD, namun juga perantau-perantau minang yang duduk pada jajaran legislatif pusat untuk berupaya bagaimana menggaet APBN untuk kepentingan pembangunan Sumbar.

Dia mengatakan peran perantau sangat penting untuk Sumbar, namun dikarenakan adanya gate yang tercipta karena dinamika sosial, maka itu menjadi kendala optimalnya peran perantau.
Dengan semangat kebersamaan maka pupuk kembali semangat untuk membangun daerah.

“APBD Sumbar cukup rendah, maka tidak seharusnya kita bertumpu pada keuangan daerah,” katanya.

Dia mengatakan APBD Sumbar berada pada kisaran Rp 6,5 triliun, jika itu sebagai tumpuan utama, bisa apa kita. Dibutuhkan inovasi kepala daerah untuk mengoptimalkan pembangunan daerah, potensi-potensi lain harus dioptimalkan termasuk perantau, banyak perantau masih duduk pada tumpuk kekuasan DPRRI atau DPD RI manfaat peluang itu.

Sementara itu mantan Mendagri RI Gamawan Fauzi mengatakan pembangunan Sumbar tidak bisa terlepas dari pemerintah pusat. Hal itu tidak terlepas dari realisasi DAU dan DAK, pada tahun lalu ada APBN sebesar Rp 800 miliar tidak cair untuk Sumbar padahal daerah telah menyiapkan bentuk-bentuk program.

Menurutnya PE Sumbar dalam dua tahun terakhir tidak terlalu bagus, bahkan saat Sumbar pada taraf makmur PE hanya pada angka tujuh persen.

Dia meminta pemerintah untuk mengembalikan kejayaan sektor pendidikan Sumbar seperti masa lalu, begitupun dari pariwisata, jadikan itu sektor unggulan yang prioritas.

“Lakukan efisiensi birokrasi, dengan pelayanan tetap optimal,” katanya.

Sementara itu tokoh Pers Sumbar
Basri Djabar merekomendasikan sejumlah hal perlunya pembangunan yg berkelanjutan dan melanjutkan kehebatan gubernur pada periode satu dan tiga 3 terdahulu dalam membangkitkan harga diri masyarakat Sumbar.

“Manfaatkan kewenangan yg ada untuk merangkul para pemimpin daerah dalam menggerakkan segala potensi yg ada untuk pembangunan sumbar,” katanya.

Di antara tokoh perantau asal Sumbar tersebut tampak hadir mantan menteri sosial Bachtiar Chamsyah, mantan menteri dalam negeri Gamawan Fauzi, mantan kapolda Sumbar Dasrul Lamsudin, Ketua LKAAM Fauzi Bahar, jurnalis senior Basril Djabar, pimpinan dan tenaga ahli DPRD, kepala-kepala OPD Pemprov Sumbar, serta tokoh-tokoh asal Sumbar lainnya.

Gubernur Sumbar Buya Mahyeldi mengapresiasi inisiatif DPRD menggelar forum silaturahmi yang mengulas pembangunan Sumatra Barat tersebut.

“Pemerintah Provinsi Sumatra Barat selalu terbuka terhadap kritikan, karena kritik merupakan bukti rasa cinta terhadap Sumatra Barat. Namun, harapan kita tentu setelah kritikan ada solusi yang ditawarkan,” ujar Gubernur.

Terkait persoalan tol Padang-Pekanbaru, Gubernur menjelaskan pembebasan lahan ruas Padang-Sicincin hingga saat ini sudah lebih dari 60% dan prosesnya terus berjalan. Selain itu, ia juga menerangkan capaian realisasi indikator kinerja Pemerintah Provinsi Sumatra Barat dalam dua tahun terakhir.

Di antaranya indeks pembangunan manusia, gini ratio, pengentasan kemiskinan, dan penurunan pengangguran berkinerja cukup baik di atas rata-rata nasional. Meski demikian, tidak dapat dipungkiri walau ekonomi pasca-Covid-19 pada tahun 2021 tumbuh 3.29%, melebihi target sebesar 3.24%, pertumbuhan tersebut masih berada di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional di angka 3.69%. Pun demikian dengan tol Padang-Pekanbaru yang pembangunannya membutuhkan percepatan.

Dalam kesempatan itu, beberapa tokoh juga memberikan sumbangsihnya untuk pembangunan ke depan. Hal itu disampaikan oleh beberapa tokoh, diantaranya dari Syafrizal, Dasrul Lamsudin, Gamawan Fauzi, Basril Djabar, Bakhtiar Chamsah, dan Fauzi Bahara.

Syafrizal dalam kesempatan itu mengatakan perlunya sinergisitas dan koordinasi dilakukan oleh pemerintah daerah. “Kerjasama
harus terbuka terhadap investasi dari investor untuk mempersatukan ranah dengan rantau. Ranah harus tahu dengan Rantau,” paparnya.

Sementara itu, Dasrul Lamsudin menyinggung soal jalan tol yang memerlukan pendekatan secara adat dan pendekatan secara hukum. Disisi lain,

Wartawan Boby Lukman menuturkan, selain masalah pembangunan dan perekonomian, masih ada permasalahan yg sangat besar yaitu masalah sosial kemasyarakatan seperti narkoba. “Gubernur harus melakukan koordinasi dengan seluruh kepala daerah untuk mengatasi permasalahan transportasi,” paparnya.

Gubernur Sumbar periode 2005-2010, Gamawan Fauzi menuturkan pertumbuhan perekonomian sumbar sangat tergantung kepada pemerintah pusat. “Kembalikan potensi masa lalu Sumbar dalam bidang pendidikan, yakni dengan meningkatkan pariwisata secara segmen yang dianggap unggulan, lakukan efisiensi birokrasi sehingga bisa lebih efektif,” paparnya.

Gamawan juga menyinggung soal elaborasi terhadap konsep Sumbar Madani, dimana perlunya dukungan dari OPD dalam mencari sumber dana pusat.

Disisi lain, Basri Djabar menjelaskan perlunya pembangunan yang berkelanjutan, perlunya melanjutkan kehebatan gubernur pada periode 1 sd 3 terdahulu dalam membangkitkan harga diri masyarakat Sumbar. “M
anfaatkan kewenangan yang ada di gubernur untuk merangkul para pemimpin daerah dalam menggerakkan segala potensi yang ada untuk pembangunan Sumbar,” terangnya.

Menteri Sosial periode 2001-2009, Bachtiar Chamsah mengemukakan bahwa membenahi birokrasi di lingkungan pemerintah provinsi perlu dilakukan dengan Firdaus. “Jangan kita berbicara yang belum untuk diadakan, namun kita harus juga memperhatikan yang sudah ada seperti kelanjutan pembangunan jalan by pass Bukittinggi yang tembus ke pasar Amor Koto Baru. Selain itu, manfaatkan Rumah Gadang Minang di Jawa Timur untuk mempromosikan pariwisata dan produk UMKM Sumbar untuk wilayah Indonesia bagian timur,” jelasnya.

Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Fauzi Bahar Datuak Nan Sati menuturkan perlunya penguatan LKAAM dalam mendukung pembangunan daerah dalam bentuk bantuan anggaran dari pemerintah secara rutin setiap tahun. “Tidak hanya dalam bentuk hibah. Selain itu, perlu juga dibuat sebuah area di lingkungan Masjid Raya yang menggabungkan Tigo Tungku Sajarangan, sehingga masyarakat luar bisa melihat budaya masyarakat Minang secara singkat,” paparnya.