PADANG,- Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), tegas meminta pemerintah pusat untuk meninjau kembali rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada sejumlah bahan pokok.
Ketua komisi yang membidangi ekonomi tersebut Arkadius Datuak Intan Bano mengatakan, rencana itu akan lebih menyengsarakan masyarakat yang tengah berada pada kondisi sulit.
“ Untuk rencana ini, dipastikan masyarakat semakin sengsara dimana kondisi masih pandemi , pergerakan dibatasi, lapangan pekerjaan sulit, kemiskinan meningkat ditambah nanti akan terjadi kenaikan bahan pokok yang merupakan kebutuhan super primer,” katanya saat dihubungi, Jumat (11/6).
Dia mengatakan menurut undang-undang terkait mestinya bahan pokok tidak dikenakan pajak, namun kenapa disaat yang sulit undang-undang itu direvisi, ada apa dengan negara apa benar-benar krusial kondisi keuangan negara hingga memberatkan kepada masyarakat.
Kondisi sekarang daya beli masyarakat rendah dan pertumbuhan ekonomi Sumbar pada kuartal pertama minus 0,6 persen, diharapkan di kuartal kedua bisa menjadi satu persen.
“ Secara keseluruhan pada tahun 2021, target pertumbuhan ekonomi Sumbar berada pada angka 4,7 persen hingga 5 persen, karena daya beli masyarakat turun maka pertumbuhan ekonomi Sumbar masih dalam keadaan minus,” katanya.
Dia menghimbau pemerintah mesti melihat secara jernih persoalan keuangan negara, katakan kepada masyarakat apa yang terjadi setransparan mungkin. Meski rencana pengenaan pajak bahan pokok masih dalam pembahasan,namun diharapkan segeralah dihentikan.
Jika masih dilanjutkan,pihaknya akan berkoordinasi dengan gubernur untuk mengambil sikap demi kepentingan masyarakat daerah.
“ Pengambilan sikap ini, tentu mesti melewati mekanisme-mekanisme terkait hingga menetapkan keputusan strategis secara institusi,” katanya.
Dia mengatakan mengenakan pajak bahan pokok, merupakan upaya untuk menutupi defisit yang kontradiksi dengan kebijakan recovery ekonomi, hingga saat ini, program itu belum berjalan optimal, dibuktikan dengan masih rendahnya daya beli masyarakat. (03)