Anggota DPRD Sumbar Sayangkan Tambahan Bayaran Guru Honorer Belum Direalisasi

Ketua Komisi V DPRD Sumbar Hidayat didampingi anggota komisi, Achiar memberikan keterangan pers terkait pembayaran tambahan honor guru suka rela, Selasa (11/6/2019).
Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi Sumatera Barat Hidayat mengaku kecolongan karena tambahan pembayaran untuk guru honorer SMA dan SMK tidak direalisasikan. Padahal, tambahan tersebut sudah disepakati dan masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2019. 
 
"Mendapati kenyataan ini, kami menegaskan, bahwa DPRD Sumatera Barat kecolongan lagi. Anggaran itu sudah tersedia di dalam APBD sesuai kesepakatan antara Badan Anggaran DPRD dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)," tegas Hidayat. 
 
Dia menegaskan sebutan kecolongan, karena pihak eksekutif tidak komitmen dengan apa yang telah disepakati untuk dimasukkan ke dalam APBD. Badan Anggaran mewakili DPRD sementara TAPD dari pemerintah provinsi dan apa yang disepakati merupakan kesepakatan bersama antara DPRD dengan pemerintah daerah sehingga tertuang di dalam APBD. 
 
"Ternyata, pihak eksekutif tidak komitmen dengan apa yang telah disepakati," ujarnya. 
 
Hidayat menerangkan, dari 16 ribu tenaga pendidik dan kependidikan di tingkat SMA dan SMK negeri di Sumatera Barat, 5.251 orang merupakan tenaga honorer. Sebelumnya, tenaga honorer ini dibayar Rp35 ribu per jam pelajaran. Untuk tahun 2019 disepakati untuk menaikkan menjadi Rp50 ribu per jam pelajaran, dananya sudah disediakan di dalam APBD. 
 
"Namun, sampai akhir Mei 2019, guru honorer tersebut masih menerima bayaran Rp35 ribu per jam pelajaran seperti sebelumnya, bukan Rp50 ribu seperti yang sudah disepakati," tuturnya.
 
Untuk itu, Hidayat memminta pemerintah provinsi Sumatera Barat melaksanakan komitmen bersama yang telah dituangkan di dalam APBD. Dia mengakui, meski sudah dinaikkan Rp15 ribu sekalipun, itu belum memadai bagi guru honorer dibanding dengan beban tugas dan tanggungjawab yang mereka emban.
 
"Mustahil kita berbicara peningkatan kualitas pendidikan kalau persoalan seperti ini saja tidak komitmen. Peran guru honorer di sekolah saat ini masih sangat dibutuhkan karena kita masih terjadi kekurangan tenaga pendidik," tegasnya.
 
Senada, anggota Komisi I DPRD Provinsi Sumatera Barat Achiar juga menyayangkan tidak direalisasikannya tambahan anggaran tersebut. Padahal sudah dibahas bersama antara Banggar dengan TAPD. 
 
"Tidak ada alasan untuk tidak dibayarkan karena sudah dimasukkan ke dalam APBD. Seperti pendapat Ketua Komisi V tadi, DPRD kecolongan dalam hal ini," bebernya. 
 
Dia meminta, tambahan sebesar Rp15 ribu per jam pelajaran dari semula Rp35 ribu menjadi Rp50 ribu tersebut tetap harus dibayarkan sejak Januari 2019. Alasannya, anggaran disepakati dan disediakan untuk satu tahun. 
 
Seperti diketahui, jenjang pendidikan menengah atas (SMA dan SMK) terhitung Januari 2017 menjadi kewenangan pemerintah provinsi, sesuai dengan UU nomor 23 tahun 2014. Sedikitnya 600 lebih jenjang pendidikan SMA dan SMK di Sumatera Barat diantaranya 375 merupakan sekolah negeri. Dengan 16 ribu lebih tenaga pendidik dan kependidikan, sebanyak 11 ribu lebih berstatus Pegawai Negeri Sipil dan 5 ribuan lainnya adalah guru berstatus honorer. (pmc/01)