Ranperda Perlindungan Konsumen Sah menjadi Perda

PADANG, DPRD bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar menetapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang (Ranperda)Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, menjadi Peraturan Daerah (Perda).Penetapan Raperda tersebut, dilakukan mealui sidang Paripurna DPRD Sumbar yang dilaksanakan pada, Jumat ( 31/8).

 

“Ranperda ini merupakan hak usul prakarsa. Pemerintah daerah bersama DPRD telah melakukan pembahasan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Hari ini (kemarin-red), Regulasi ini sah menjadi Perda ,” ujar Ketua DPRD Sumbar Hendra Irwan Rahim dalam sambutannya.

 

Dia mengtakan, waktu yang dibutuhkan saat membahas Ranperda Perlindungan Konsumen cukup panjang, hal ini dikarenakan adanya proses penyelarasan dengan aturan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang No 8 Tahun 1988 tentang perlindungan konsumen serta Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang kewenangan pemerintah provinsi.

 

“penyelenggaraan perlindungan konsumen merupakan kewenangan provinsi. Oleh karena itu, Ranperda ini harus memberikan rasa aman bagi masyarakat terhadap ketidaknyamanan yang disebabkan oleh produsen,” ulas politisi partai Golkar ini.

 

Dia menambahkan, ranperda ini sangatlah diperlukan. Apalagi baru-baru ini banyak beredar produk-produk makanan yang meresahkan warga. Seperti cacing yang terkandung dalam produk makanan ikan kaleng. Lalu ada pula rokok ilegal. Mie instans yang mengandung minyak babi dan banyak lagi.

 

"Secara keseluruhan seluruh fraksi DPRD dapat menerima penetapan ranperda ini, sehingga dapat untuk diterapkan dan mengakomodirhak dan kewajiban konsumen" tutur Hendra.

 

Lebih lanjut, dijelaskannya, berkembangnya sektor industri, ini membuat segala macam produk juga begitu mudah dihasilkan. Namun sayangnya semua tidak diiringi dengan jaminan kualitas, keamanan, kesehatan, perlindungan, dan keterbukaan informasi produk. Ujung-ujungnya yang dirugikan adalah masyarakat.

 

"Banyak kasus yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang mana dalam posisi itu masyarakat sebagai konsumen harus dilindungi. Diantaranya berkaitan dengan tak ada kejelasan standarisasi kualitas barang, beredarnya barang-barang yang mengandung zat-zat yang berbahaya, dan dijualnya produk-produk yang tidak memiliki label halal,"

 

 Sementara itu Wakil Gubernur Nasrul Abit mengatakan,  sebenarnya sudah ada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Dalam UU itu ditegaskan tentang hak dan kewajiban konsumen. Kemudian tentang perbuatan yang dilarang untuk dilakukan oleh pelaku usaha, tanggung jawab pelaku usaha. Selain juga tata cara penyelesaian sengketa antara konsumen dan produsen.

Namun, jelasnya, UU tersebut harus diiringi dengan lahirnya Perda di daerah agar pelaksanaannya maksimal.

"Perda ini nantinya juga akan menjadi acuan bagi pihak-pihak terkait dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen di daerah. Sehingga nanti dapat menjamin terwujudnya kepastian hukum dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen di daerah," tukasnya.(Publikasi03)