Fraksi Demokrat, Gerindra dan Golkar ultimatum gubernur terkait bantuan langsung tunai Covid-19

Tiga fraksi di DPRD Sumatera Barat mengultimatum Gubernur Sumbar Irwan Prayitno terkait belum dicairkannya bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat yang terkena dampak COVID-19.

Ketua fraksi Gerindra DPRD Sumbar Hidayat mengatakan pembahasan pemberian BLT sudah dibicarakan sejak 23 Maret 2020 dan kini sudah satu bulan.

Dirinya mengatakan hari ini Gubernur Sumbar Irwan Prayitno memang sudah menandatangani Pergub pencairan BLT untuk Kota Sawahlunto dan Padang Panjang.

"Seharusnya hari ini sudah 19 kota dan kabupaten yang menerimanya," katanya.

Menurut dia dalam keadaan darurat seperti ini gubernur adalah perpanjangan tangan pusat di daerah sehingga kebijakan strategis dan taktis harus diambil.

"Kita DPRD mendorong pemerintah melakukan pergeseran anggaran APBD 2020 untuk penanganan COVID," kata dia.

Ia mengatakan apabila hingga Senin (4/5) bantuan ini tidak cair maka kami akan minta presiden mengganti Ketua Gugus Tugas Sumatera Barat dijabat oleh TNI atau Polri.

"Ada yang salah dengan sistem manajerial komunikasi gubernur dalam situasi ini. Rakyat sudah menjerit namun persoalan data masih menjadi masalah," kata dia.

Ia menilai berapa data yang masuk dan sebaiknya itu yang harus dicairkan agar masyarakat tenang

"Kalau dibiarkan ini dapat menimbulkan gejolaksosial dan ini yang coba kita antisipasi bersama," kata dia.

Sementara Sekretaris fraksi Golkar Afrizal mengatakan juga akan menuntut gubernur ke pengadilan tata usaha negara karena kebijakan yang lambat dalam penyaluran ini.

Ia mengingatkan yang mengusulkan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah Pemprov Sumbar.

Seharusnya mereka sudah siap dan mengajak seluruh kepala daerah rapat dan siap dengan segala hal ini.

"Kita ingin dana yang ada itu dapat dirasakan masyarakat langsung. Kondisi saat ini banyak masyarakat yang menjerit karena pandemi ini,"kata dia.

Sekretaris fraksi Demokrat M Nurnas mengatakan dana sebanyak Rp215 miliar sudah siap dikucurkan namun karena buruknya komunikasi gubernur dengan pemerintah kabupaten kota maka terjadi hal seperti ini.

"Gubernur adalah perwakilan pusat di daerah dan seharusnya kepala daerah kabupaten kota harus ikut instruksi. Ini yang ada saling menyalahkan dan rakyat semakin menderita," kata dia. (Publikasi 02)