Menjawab pertanyaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat melalui penggunaan hak interpelasi, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno membeberkan kondisi riil Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemprov.
Penjelasan terkait BUMD tersebut disampaikan Irwan Prayitno dalam rapat paripurna DPRD Sumatera Barat, Jumat (13/3/2020). Irwan mengungkapkan kondisi dan kinerja BUMD, mana yang masih mungkin untuk dikembangkan dan mana yang tidak mungkin lagi (dikembangkan).
Dalam rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Sumatera Barat Supardi tersebut, Irwan mengutip pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) nomor 54 tahun 2017. Ayat tersebut berbunyi: Perusahaan perseroan daerah merupakan BUMD yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51 persen sahamnya dimiliki oleh satu daerah.
"Berdasarkan ayat (2) PP tersebut, maka BUMD milik Pemprov Sumatera Barat adalah PT Jamkrida Sumbar, PT Grafika Jaya Sumbar, PT Balairung Citrajaya Sumbar dan PT Sijunjung Sumber Energi," katanya.
Sedangkan, penyertaan modal pemerintah provinsi Sumatera Barat yang di bawah 51 persen ada pada PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat (Bank Nagari), PT Asuransi Bangun Askrida dan PT Pembangunan Sumbar.
Irwan menyebutkan, empat BUMD dengan saham 51 persen atau lebih tersebut dinilai bisa dikembangkan sesuai dengan kondisinya. BUMD tersebut adalah PT Jamkrida Sumbar, PT Grafika Jaya Sumbar, PT Balairung Citrajaya Sumbar dan PT Sijunjung Sumber Energi.
Sementara itu, Irwan membeberkan, satu BUMD yaitu PT Andalas Rekasindo Pratama tidak dapat dikembangkan. Karena, kondisi perusahaan tersebut saat ini masih dalam proses penyidikan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat.
Sedangkan, dua BUMD tidak mungkin dapat dikembangkan yaitu PT Andalas Tuah Sakato dan PT Dinamika Sumbar Jaya. Dua BUMD tersebut saat ini masih dalam proses likuidasi.
Irwan menjelaskan, PT Jamkrida Sumbar didirikan tahun 2013. BUMD ini pada prinsipnya tidak ada masalah dan masih beroperasi dengan baik. Bahkan, setiap tahun dapat menghasilkan keuntungan dan memberikan kontribusi kepada pendapatan daerah meskipun belum memiliki kantor sendiri yang representatif.
"Tahun 2019 sudah diserahkan sebidang tanah kepada PT Jamkrida sebagai penyertaan modal dan saat ini dalam proses balik nama dari Kementerian Tenaga Kerja ke Pemprov untuk selanjutnya dilakukan pemecahan sertifikat atas nama PT Jamkrida," sebutnya.
Sementara, PT Balairung Citrajaya Sumbar didirikan pada tanggal 26 Agustus 2009, dengan tujuan mengelola usaha yang bergerak di sektor perhotelan. Awalnya direncanakan untuk mess pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota.
"Secara operasional, Balairung sebetulnya menguntungkan. Namun karena adanya beban biaya penyusutan yang sangat besar dan menjadi tanggungan perusahaan sehingga keuntungan yang diperoleh harus dikurangi biaya penyusutan," terang Irwan.
Irwan menambahkan, secara keseluruhan biaya pembangunan Hotel Balairung sangat tinggi. Dia menyebut, biaya pembangunan mencapai Rp138 miliar dengan hanya 92 kamar. Untuk hotel sekelas bintang tiga, ukuran kamar terlalu luas namun untuk menjadikan hotel bintang empat lahan tersedia tidak mencukupi.
Terkait PT Grafika Sumbar Jaya, awalnya merupakan holding company bersama PT Andalas Tuah Sakato dan PT Dinamika Jaya Sumbar dalam Perusahaan Daerah (PD). Awalnya perusahaan holding company itu mendapat dukungan penuh dari SKPD provinsi dan Kota Padang.
Setelah reformasi, lahir UU nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pemerintah daerah mendapat teguran dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Sehingga omset PT Grafika dan PT Dinamika menurun drastis.
Solusi untuk PT Grafika Jaya Sumbar, diharapkan dapat membantu pemprov dalam mengatasi tingginya harga pangan dan kebutuhan pokok masyarakat. Perusahaan ini dapat menjalin kerja sama dengan Toko Tani Indonesia Centre (TTIC).
"Hingga tahun 2017 PT Grafika secara konsisten memberikan deviden namun pada tahun 2018 mengalami kerugian sehingga tidak memberikan deviden. Tahun 2019 BUMD tersebut dapat melunasi cicilan deviden sebesar Rp150 juta," terangnya.
Dengan demikian, pada prinsipnya tidak ada permasalahan dengan PT Grafika Jaya Sumbar. Hanya saja perlu pengembangan usaha lebih lanjut dengan meng-upgrade peralatan kerja. Terutama mesin cetak dan mesin kemasan agar dapat meningkatkan daya saing.
Seperti diberitakan sebelumnya, 15 orang anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat telah mengajukan penggunaan hak interpelasi terhadap beberapa persoalan. Diantaranya mengenai pengelolaan BUMD dan pengelolaan aset daerah serta perjalanan dinas gubernur ke luar negeri.
Namun, enam dari tujuh fraksi menyepakati hak interpelasi untuk pengelolaan BUMD dan aset daerah. Sedangkan perjalanan dinas gubernur ke luar negeri ditolak oleh seluruh fraksi. Sedangkan satu fraksi yang menolak penggunaan hak interpelasi adalah Fraksi PKS.
Dengan disepakatinya oleh mayoritas fraksi, maka DPRD provinsi Sumatera Barat menetapkan usulan penggunaan hak interpelasi secara kelembagaan. Ketetapan itu menjadi keputusan DPRD nomor 2/ SB/ tahun 2020 tertanggal 9 Maret 2020. Tanggapan dari fraksi - fraksi atas penjelasan gubernur akan disampaikan pada rapat paripurna selanjutnya. (01/pmc)